KARAKTER MUSLIM DALAM BERBICARA
Oleh: Afiful Ikhwan*
Seorang yang bukan muslim tidak mempunyai aturan apapun dalam berbicara. Maka ia tampak banyak berbicara, tapi kosong dalam segala hal yang diketahui dan yang tidak diketahuinya. Ia akan mengatakan segala sesuatu dengan bukti atau tidak dengan bukti. Berguna atau tidak berguna, baik atau buruk. Selain itu, seorang kafir kalau berbicata tidak memperdulikan apakah pembicaraan itu berisi dukungan kepada ahli batil dalam kebatilan atau membantah ahli haq dalam kebenarannya. Dalam berdebat ia sama sekali tidak memperhintungkan norma-norma berbicara. Ia lakukan dengan ilmu ataupun tidak, dan tujuannya berdebat bukan untuk melahirkan kebenaran. Demikian pula halnya dalam berdiskusi. Ia hanya mencari kemenangan semata.
Seterusnya, kalau ia berbicara ada unsur menghina dan merendahkan orang lain. Kadang-kadang ungkapannya begitu kasar, jauh dari kebenaran, fasih, banyak serampangan dan dibuat-buat. Dia tidak memperdulikan yang keluar dari lisannya; apakah keji, kecaman, kutukan atau perkataan jahat.
Kebiasaan lain dalam pembicaraan orang kafir ialah suka melucu dan bergurau tanpa kebenaran. Maka ia sering melucu dengan dusta. Bahkan ia sering berdusta dalam segala hal dan setiap waktu. Kalau dia ingin, dia dapat saja melakukan pembicaraan yang menghina orang, merendahkan, memperolok-olok atau membuka rahasia dan menyebarkannya. Kalau berjanji, ia tidak mesti menepatinya dan kalau bersumpah, ia tidak memperdulikan apakah sumpahnya dalam kebaikan, pelanggaran atau kedustaan. Ia biasa menyalahi janjinya, melancarkan adu domba meskipun orang yang diadu domba itu orang-orang dekatnya dan menyebarkan gosip di tengah-tengah manusia dengan tujuan membuat keonaran.
Seorang kafir biasanya keterlaluan dalam memuji dan mencela. Dia tidak memperdulikan pembicaraannya itu benar atau salah, mengakibatkan kebaikan atau keburukan dan menghasilkan kemanfaatan atau malah membahayakan. Intinya bagi orang kafir tidak ada norma yang mengikatkannya dalam berbicara. Memang, seorang kafir tidak melakukan semua itu. Tapi baginya tidak ada halangan untuk melakukannya.
Akan halnya seorang muslim sungguh sangat bertolak belakang dengan semua itu.
Prinsip pertama seorang muslim dalam berbicara ialah dia tidak akan berbicara kecuali dengan baik. Allah berfirman, “ Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia ( QS. 4 ; 114).
Rasulullah saw, bersabda: “ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah dengan baik atau (kalau tidak dapat berkata dengan baik) diam.” (Hr. Bukhari- Muslim).
Seorang muslim tidak akan berbicara yang tidak ada artinya. Rasulullah saw. Bersabda: “ Diantara kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak berguna.” (Hr. Tirimidzi& Ibnu Majah)
Sebelum berbicara, ia terlebih dahulu menginstropeksi diri. Karena itu ia tidak akan mengeluarkan kata-kata tanpa norma, karena ia takut ancaman Rasulullah saw., “seorang laki-laki yang berkata-kata dengan kata-kata yang menyebabkan kemurkaan Allah dan apa yang dikirakannya menyampaikan dia kepadanya, maka Allah menetapkan kepadanya karena kata-kata itu sampai hari kiamat.” (Hr. Tirimidzi& Ibnu Majah)
Jika ia melihat orang-orang yang memperolok-olok dalam kebatilan, ia akan memisahkan diri dari mereka karena melaksanakan perintah Allah, “Dan apabila kamu melihat orang memperolok-olok ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan itu), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang ang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. An-Am: 68)
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, merela lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS Al-Furqon: 72)
Seorang muslim tidak mengandalkan perdebatan dan perbantahan. Tetapi ia lebih menekankan penjelasan kebenaran. Jika ada orang yang membantahnya maka ia menjawabnya dengan mengemukakan hujjah, kemudian selesai. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu membantah saudaramu dan jangan mengolok-ngoloknya dan jangan kamu menjanjikan suatu janji kemudian kamu tidak menepatinya.” (HR. Tirmidzi).
“Suatu kamu sesudahku tidak akan sesat kecuali mereka saling berdebat” (HR. Tirimidzi& Ibnu Majah).
Muslim, dimanapun ia berada, tidak menyukai pertentangan dan permusuhan dengan orang lain dengan melampaui batas. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci Allah ialah yang paling keras pertentangannya.” (HR. Bukhari)
Selain itu seorang muslim tidak suka pula terlalu memperberat diri dalam berbicara, meskipun dia tidak mengurangi kefasihannya dibandingkan orang lain. Sehubungan dengan ini Nabi saw bersabda, “Orang-orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh dari majelisku di antar kamu ialah banyak omong tanpa isi dan serampangan.” (HR. Tirmidzi)
Mengutuk, mencela, berkata kotor dan keji sangat dijauhi oleh seorang muslim. Karena Rasulullah saw bersabda, “Bukan orang mukmin yang suka mengutuk, mencela, berkata kotor dan keji.” (HR Ahmad).
Seroang muslim akan berdosa bila ia mengutuk, kecuali yang dibolehkan Allah. Bersenda gurau dan melucu diperbolehkan asalkan dengan benar (haq). Sehingga gurauan dan kelakarnya tidak terjerumus ke dalam kebatilan, dusta dan mengada-ngada. Rasulullah saw mengatakan kepada orang yang berbicara melucu agar orang menertawakannya, “Celakalah, celaka baginya.”
Seorang muslim sangat menghindari kata-kata yang dapat dipahami sebagai merendahkan dan menghina orang lain. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-ngolokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-ngolokkan) dan jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS AL-Hujurat: 11)
“Dan jangalah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya (Qs Al-Hujurat: 12)
Semua rahasia akan terjamin di tangan seorang muslim. Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang membicarakan satu pembicaraan yang itu rahasia, maka ia adalah amanah.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud & Ahmad).
Sedangkan membuka dan menyebarkan rahasia dipandang sebagai perbuatan khianat. Rasulullah saw bersabda, “Dari Abu Hurairah. Nabi saw bersabda, “Siapa yang merahasiakan cela orang lain di dunia, Allah akan menutupi cela hamba itu di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Majelis-majelis (pembicaraan) itu adalah amanah, kecuali tiga: Pembicaraan terhadap pembunuh, penzina dan perampok.
Seorang muslim jika berjanji akan menetapinya, Allah berfirman:” Hai roang-orang beriman, tepatilah janji-janji itu… (QS. Al Maidah: 1).
Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya. (QS. Maryam:54)
Sabda Rasulullah saw, diantara tanda munafik ialah apabila berjanji ia tidak menepatinya.
Seorang muslim selalu berkomitmen dengan kebenaran. Jika berbicara, berjanji dan bersumpah ia akan benar, dan hanya muslim-lah yang melestarikan kemuliaan kata-kata dan kepercayaan makhluk terhadap kata-katanya. Rasulullah saw bersabda, “ Dari Abdullah ra. Katanya: “Rasulullah saw bersabda, “Berpegang tegulah dengan berkata benar, karena benar itu membawa kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga; selama orang memelihara sifat benar dan menjaga kebenaran, orang itu dicatat oleh Allah sebagai orang yang benar. Dan jauhilah sifat bohong karena bohong itu membawa kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka, bila seseorang berbuat dusta, ia dicatat oleh Allah sebagai pendusta” (HR. Muslim)
Seorang muslim sama sekali dilarang berdusta, kecuali dalam tiga tempat. Ummu kaltsum meriwayatkan sebuah hadist. “Dari Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah ra, katanya:” Kudengar Rasulullah saw bersabda, “Bukan terhitung pendusta yang berdusta karena mengadakan ishlah antara manusia dengan perkataan yang baik dan hasil yang baik. Kata bin Syihab, “belum pernah aku dengar yang dibolehkan memakai kata dusta, kecuali pada tiga tempat: mengadakah ishlah sesama manusia, dalam peperangan dan rayuan suami kepada istrinya dan rayuan istri kepada suaminya. (HR Abu Dawud)
Dalam ketiga tempat pun, kalau kita teliti, seorang muslim akan memilih kata-kata yang tetap mengandung kebenaran.
Seorang muslim konsekuen tidak akan melakukan ghibah “mengumpat”. Ia tidak akan menyebut-nyebut sesuatu yang berhubungan dengan seseorang yang perkataan itu tidak disukainya kalau ia mendengar meskipun orang tersebut adalah orang kafir. Kecuali bila tidak disebutnya akan membahayakan atau sangat perlu menyebutkannya. Rasulullah saw bersabda, ‘Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah saw bersabda, “Tahukah kau apakah yang disebut ghibah?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Rasulullah berkata, “ Ghibah itu ialah memperkatakan saudaramu padahal ia tidak suka kalau perkataan itu didengarnya.” Rasulullah saw ditanya, “Bagaimana kalau memang yang dikatakannya itu ada pada orang itu?” Jawab beliau, “Kalau memang ada itulah yang namanya ghibah dan kalau tidak ada, sesungguhnya kamu telah berbuat yang batil dan dusta.” (HR Muslim)
Muslim akan tetap konsekuen tidak akan menyebarkan desas-desus yang dapat membangkitkan permusuhan, menyebabkan timbulnya permusuhan atau melestarikannya. Rasululah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang kerjanya membuat onar.”
Sebaliknya, seorang muslim dengan perkataannya selalu menimbulkan perbaikan di kalangan manusia. Muslim tidak akan bermuka dua, munafik dan berpura-pura. Karena itu ia tampak jelas kepribadiannya dan urusannya. Tidak menjadi orang mudzabdzah, bunglon dan hipokrit. Rasulullah saw bersabda, “BArang siapa di dunianya menjadi orang bermuka dua, maka di akhirat nanti akan diberi dua lidah dari api neraka? (HR Abu Dawud & Ad Darami)
“Kamu akan menjumpai orang yang paling buruk di hari kiamat ialah orang yang bermuka dua; yaitu yang mendatangi satu kelompok orang dengan membawa satu cerita dan ke kelompok lain dengan satu cerita lain.” (HR Ahmad)
“Dari Abu Hurairah ra katanya, Rasulullah saw bersabda, “Sejahat-jahat manusia ialah yang bermuka dia, datang ke satu kelompok dengan satu muka dan ke kelompok lain dengan muka yang lain.” (HR Muslim)
“Jihad paling utama ialah kalima t haq ( yang dikatakan langsung) di sisi pemerintah yang zhalim.” (HR Ahmad)
Seorang muslim tidak suka memuji orang lain didepannya. Karena hal itu menimbulkan riya’ dan menanam kesombongan di hati orang yang dipuji. Dalam satu hadist disebutkan, “Dari Abu Bakar ra. Katanya, “Seorang laki-laki memuji laki-laki lain di sisi Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, Ah! Engkau telah memotong leher temanmu.’ Perkataan ini diulanginya beberapa kali. Kemudia Beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kamu terpaksa memuji saudaranya hendaklah ia berkata, “Saya kira si Fulan, hanya Allah yang mengetahui dan saya tidak akan mensucikan seseorang di sisi Allah, sepanjang dugaan saya orang itu begini atau begitu; kalau mengetahui keadaan orang tersebut.” (HR Bukhari)
Seorang muslim benar-benar komitmen terhadap kebenaran dan keilmiahan dalam pembicaraannya. Menjauhi kesalahan, dan ia lebih dahulu menentukan bobot pembicaraan sebelum dikatakan. Rasululah saw bersabda, “Orang yang paling berani berfatwa (tanpa dasar) adalah orang yang berani masuk neraka. (HR Ad-Darami)
Dia tidak akan membicarakan satu pembicaraan yang tidak mengandung kemaslahatan kepada pendengar. Karena itu ia tidak akan menyiarkan satu topik pembicaraan yang dapat membangkitkan kemudharatan, atau yang dapat melemahkan aqidah dan prilaku. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu berbicara satu topik pembicaraan kepada kaum yang belum terjangkau oleh akal kaum tersebut, melainkan (kalai kamu membicarakannya) akan menimbulkan fitnah bagi sebagian mereka.” (HR Muslim)
Akhirnya, seorang yang benar-benar muslim pasti, dengan izin Allah, akan mendapat kepercayaan dari berbagai kalangan. Tidak diragukan lagi bahwa lisannya mengandung kebaikan murni dan ma’ruf yang tidak tercampur mungkar. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (QS Al Mujadillah: 9)
Dengan demikian Jelaslah karakteristik muslim dalam berbicara…
*Di ambil dari Buku Al-Islam Jilid I yang ditulis oleh Sa’id Hawa. Pada halaman 429 – 438*) Penulis Mahasiswa PPs IAIN Tulungagung Semester Akhir