


Archive for : October, 2013
Oleh: Afiful Ikhwan*
وعن ابي سعيد الخدر رضي الله عنه عن النبي ص.م قال : ايّاكم والجلوس في الطرقات, قالوا : يا رسول الله ما لنا من مجالسنا بدّ نتحدّث فيها, ققال رسول الله ص.م : فاذا ابيتم الاّ المجلس فاعطوا الطّريق حقّه, قالوا : وما حقّ الطّريق يا رسول الله ؟ قال : غضّ البصر, وكفّ الاذي, وردّ السّلام, والامر بالمعروف, والنّهي عن المنكر, (رواه البخاري و مسلم)
Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda, "Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan." Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, kami duduk di situ untuk mengobrol, kami tidak bisa meninggalkannya." Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan tempat itu maka kalian harus menunaikan hak jalan." Para sahabat bertanya, "Apa hak jalan itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, membuang hal–hal yang mengganggu di jalan, menjawab salam, memerintahkan perkara ma'ruf, dan melarang perbuatan mungkar," (H.R Bukahri dan Muslim).[1]
Diriwayatkan dari al-Barra' bin Azb r.a, ia berkata, "Nabi saw. melintas di majelis orang-orang Anshar, lalu beliau bersabda, "Jika kalian enggan meninggalkan tempat tersebut maka tunjukilah si penanya jalan, jawablah salam dan tolonglah orang yang teraniaya'," (Shahih, HR Abu Dawud ath-Thayalisi [710] dan at-Tirmidzi [2726]).
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. mendatangi kami pada saat kami duduk-duduk di pinggir jalan. Lalu beliau bersabda, 'Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan ini sebab ini adalah majelisnya syaitan. Jika kalian enggan meninggalkannya maka tunaikanlah hak jalan.' Lantas Rasulullah saw. pergi. Aku berkata, 'Rasululllah saw. bersabda, 'Tunaikanlah hak jalan dan aku belum bertanya apa hak jalan itu.' Maka akupun mengejarkan dan bertanya, 'Ya Rasulullah, anda katakan begini dan begitu, lalu apa hak jalan itu?' beliau menjawab, 'Hak jalan adalah menjawab salam, menundukkan pandangan, tidak mengganggu orang lewat, menunjuki orang yang tersesat, dan menolong orang yang teraniaya'," (Hasan lighairihi, HR ath-Thahawi dalam kitab Musykilul Atsar [165]).
Beliau adalah seorang shahabat yang agung, Abu Sa’îd, Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khazrajiy al-Anshâriy al-Khudriy. Kata terakhir ini dinisbatkan kepada Khudrah, yaitu sebuah perkampungan kaum Anshâr. Ayah beliau mati syahid pada perang Uhud. Beliau ikut dalam perang Khandaq dan dalam Bai’atur Ridlwân. Meriwayatkan dari Nabi sebanyak 1170 hadits. Beliau termasuk ahli fiqih juga ahli ijtihad kalangan shahabat dan wafat pada tahun 74 H.
Abu Ja'far ath-Thahawi berkata dalam kitabnya Musykilul Atsar (I/158), "Coba perhatikan atsar-atsar ini, ternyata kita dapati bahwa Rasulullah saw. melarang duduk di pinggir jalan. Kemudian beliau membolehkannya dengan catatan harus menunaikan hak-hak jalan tersebut sebagai syarat pembolehannya. Kita juga dapati bahwa larangan duduk di pinggir jalan ditujukan bagi mereka yang tetapi ingin duduk di pinggir jalan tetapi tidak menunaikan syarat-syarat tadi. Padahal duduk di tempat tersebut dibolehkan bagi mereka yang dapat menjamin dirinya menunaikan syarat-syarat dibolehkannya duduk di pinggir jalan." Dengan demikian, jelaslah perbedaan antara larangan Nabi saw. dan pembolehannya. Dan masing-masing memiliki makna yang berbeda dengan yang lainnya.
Hadits ini menunjukkan bolehnya menggunakan jalan umum selama tidak mengganggu pengguna jalan. Jika demikian halnya maka secara akal, apabila duduk di pinggir jalan dapat membuat sempit bagi pengguna jalan, tidak termasuk hal yang dibolehkan oleh Rasulullah saw. Perkara seperti ini hukumnya sebagaimana yang tercantum dalam hadits Sahl bin Mu'adz al-Juhani dari ayahnya, "Ketika areal perumahan sudah semakin sempit hingga orang-orang menutup jalan untuk perumahan, maka pada beberapa peperangan Rasulullah saw. memerintahkan untuk diumumkan bahwa barangsiapa yang rumahnya sempit lantas ia menutup jalan untuk perumahan maka tidak ada jihad baginya."
Oleh karena itu wajib bagi orang yang memiliki akal untuk memahami hadits Rasulullah saw. yang beliau tujukan kepada ummatnya. Sesungguhnya beliau berbicara kepada mereka agar mereka benar-benar berada di atas aturan agama mereka, di atas adab yang berlaku dalam agama mereka, dan hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam agama mereka. Dan hendaklah ia mengetahui bahwa tidak ada pertentangan di dalam hukum-hukum tersebut. Dan setiap makna yang beliau lontarkan kepada mereka yang mengandung lafadz bertentangan dengan lafadz sebelumnya merupakan lafadz yang memiliki makna yang sejenis dan dicari dari masing-masing kedua makna tersebut. Apabila terdetik dalam hati mereka adanya pertentangan atau perbedaan, berarti makna tersebut bukan seperti yang mereka duga. Dan apabila sebagian orang tidak mengetahui makna tersebut, itu dikarenakan kelemahan ilmunya, bukan karena adanya pertentangan sebagaimana apa yang mereka sangka. Sebab Allah telah menjamin tidak ada pertentangan di dalamnya. Allah berfirman :
"Kalau kiranya al–Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya," (An-Nisaa': 82).[3]
Dan termasuk penyebab terlarangnya duduk di pinggir jalan karena akan berhadapan dengan bahaya fitnah wanita-wanita muda dan dikhawatirkan munculnya fitnah setelah melihat mereka. Padahal para wanita tidak terlarang melintas di jalan-jalan untuk suatu keperluan. Demikian juga jika ia berada di rumahnya, tentunya ia tidak akan berhadapan dengan hak-hak Allah dan hak kaum muslimin di mana ia tidak sendirian dan harus melakukan apa yang wajib ia lakukan, seperti ketika ia melihat kemungkaran dan terhentinya kebaikan, maka pada saat itu seorang muslim wajib menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran tersebut. Sebab meninggalkan itu semua berarti telah berbuat maksiat.
Demikian juga, ia akan bertemu dengan orang yang akan melintas maka mereka harus menjawab salam mereka. Dan mungkin akan membuatnya bosan menjawab salam jika pelintas yang memberi salam semakin banyak, sementara menjawab salam itu hukumnya wajib. Jika ia tidak jawab salam tentunya ia akan mendapat dosa.
Oleh karena itu, orang yang diperintahkan untuk tidak menghadang fitnah dan menyuruh untuk melakukan sesuatu yang diperkirakan ia sanggup melakukannya. Untuk menghindari masalah inilah syari'at menganjurkan mereka agar tidak duduk di pinggir jalan. Ketika para sahabat menyebutkan pentingnya tempat tersebut bagi mereka untuk beberapa maslahat, tempat berjumpa, tempat membincangkan masalah agama dan dunia atau untuk tempat istirahat dengan berbicalah masalah yang hukumnya mubah, maka Rasulullah saw. menunjukkan kepada mereka perkara-perkara di atas yang dapat menghilangkan kerusakan yang timbul akibat duduk di pinggir jalan.[4]
[1] Shabir Muslich, Drs. M.A, Terjemah Riyadhus Shalihin II, PT. Karya Toha Putra Semarang, Semarang : 2004.
[2] http://ranselhijau.wordpress.com/2009/04/18/kode-etik-bagi-pengguna-jalan/#more-231
[3] Depag R.I, Al-Qur’an dan Terjemah, C.V Aneka Ilmu, Semarang : 2001.
[4] Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Imam Syafi'I : 2006, h. 3/330-331.
*) Penulis Mahasiswa Program Doktor di UIN Malang
Contoh Format Penyusunan Studi Kasus, perhatikan secara detail dan teliti format penulisan, titik, koma, spasi, ukuran kertas, font yang digunakan, huruf font, cetak tebal, miring. download disini.
Jika ada yang ditanyakan silahakan hubungi via email, komentar di bawah postingan ini, maupun via hp. Trims. Selamat Mengerjakan.
oleh L. Berkhof
Diterjemahkan oleh:
Drs. H. Thoriq A. Hindun
ASAL USUL DAN SEJARAH KRISTEN
Pendiri agama Kristen adalah seorang Yahudi bernama Yesus,
yang lahir di Betlehem, Palestina, antara tahun 8 hingga 4
SM. Tradisi biasanya menyebutkan bahwa dia lahir dalam bulan
Desember tahun pertama era Kristen yaitu, tahun 1 M, akan
tetapi telah diketahui sekarang bahwa hal ini salah. Dalam
catatan-catatan yang menyangkut Yesus -yakni Injil, empat di
antaranya terdapat dalam perjanjian baru yang ditulis
Matius, Markus, Lukas, dan Yahya- kita diberi tahu bahwa dia
lahir selama berkuasanya Raja Herodes dan pada saat Kerajaan
Romawi melaksanakan sensus penduduk. Kerajaan Romawi
melaksanakan sensus penduduk empat belas tahun sekali.
Sensus pertama berlangsung tahun 6 M; ini berarti bahwa
sensus sebelumnya dimulai tahun 8 SM, selama pemerintahan
Kaisar Augustus dan tanah Judea diperintah Kerenius yang
dapat di baca dalam Lukas kitab suci umat kristiani (Injil) 2:1-5. Disitu juga diberi tahu
tentang bintang yang menuntun orang Majus ke tempat Yesus
berada, dan astronom Keppler, menghitung bahwa timbul
konjungsi antara Saturnus, Jupiter, dan Mars kira-kira tahun
7 SM yang menampakkan kesan sebagai bintang baru yang terang
benderang. Semua data ini mendukung kesimpulan bahwa Yesus
lahir antara tahun 8 hingga 4 SM. Kita juga dapat menentang
pendapat bahwa Yesus lahir bulan Desembers karena dalam
Injil Lukas terdapat gembala yang menggembalakan ternaknya
pada malam hari (2:8). Namun di Palestina pun cuaca dingin
dan turun salju, jadi saat kelahiran itu pastilah di luar
musim dingin karena para gembala tidak akan keluar pada saat
tersebut. Musim yang lebih mungkin adalah musim semi atau
musim rontok.
Penganut ajaran Kristen percaya bahwa ibu Yesus, yakni
Maria, melahirkan Yesus dalam keadaan masih perawan dan
belum bersetubuh dengan suaminya yaitu Yusuf. Anak tersebut
lahir karena kekuasaan Tuhan melalui roh kudus. Kaum Katolik
bahkan berkeyakinan bahwa Maria tetap perawan setelah
kelahiran Yesus. Saudara laki-laki dan perempuan Yesus yang
disebutkan dalam Markus 6:1-6 adalah anak-anak Yusuf dari
perkawinannya yang terdahulu.
Tidak banyak yang kita ketahui tentang Yesus di masa
kanak-kanak; kisahnya mulai banyak diungkapkan untuk
perjalanan hidupnya setelah berusia tigapuluhan, saat
dibaptis oleh Yahya. Yahya membaptis manusia sebagai
persiapan mereka untuk menerima kedatangan "juru selamat;"
pada waktu Yesus datang, dia menolak membaptis Yesus dengan
menyatakan bahwa Yahya tidak pantas membaptis Yesus, bahkan
sebaliknya dialah yang pantas dibaptis. Namun Yesus tetap
meminta Yahya membaptis dirinya; setelah dibaptis dia
mengasingkan diri selama 40 hari dan memikirkan "juru
selamat" yang bagaimanakah sebenarnya. Selama itu iblis
menggoda dia, membujuk Yesus agar menjadi pahlawan bagi
bangsa Yahudi, atau memenangkan dukungan bangsanya lewat
perbuatan kegaiban atau dengan memenuhi kepuasan material
bangsa Yahudi. Yesus menolak godaan ini, karena Dia sadar
bahwa Dia haruslah "juru selamat" yang menderita, yang akan
mati demi bangsanya.
Setelah meninggalkan gurun, dia memilih dua belas orang
sebagai teman dan muridnya. Murid-murid ini mempunyai latar
belakang yang beragam: Petrus dan Andreas adalah bersaudara
dan nelayan miskin; Yacob dan Yahya, juga bersaudara, adalah
nelayan juga, namun lebih makmur; Matius (atau Levi) adalah
pengumpul pajak yang bekerja bagi orang Romawi; ada anggota
kelompok Zealot yang fanatik; dan Yudas Iskariot, orang yang
pada akhirnya mengkhianati Yesus dan menyerahkannya kepada
musuhnya. Dari kedua belas muridnya, Petrus, Yacob dan Yahya
merupakan teman Yesus yang paling dekat.
Dalam Markus 6:1-6 Yesus disebut "tukang kayu," dan dari
sini diasumsikan bahwa sebelum terkenal, Yesus meneruskan
profesi ayahnya sebagai tukang kayu. Kita tidak mengetahui
latar belakang pendidikannya walaupun mungkin dia memperoleh
pendidikan dari cendekiawan monastik Yahudi, yakni kaum
Essenes, yang ajarannya banyak mirip dengan ajaran Kristen.
Namun dari kitab-kitab Injil dapat kita lihat bahwa dia
adalah manusia yang cerdas, arif dan penuh humor. Ajarannya
dia sampaikan lewat perumpamaan, dongeng, kisah-kisah pendek
yang mengandung makna mendalam. Teknik pengajaran seperti
inilah yang ditempuh para rabbi karena lebih mudah menangkap
makna lewat kisah-kisah pendek dibandingkan lewat
kisah-kisah panjang, atau lewat diskusi formal yang panjang.
Kisah-kisah atau perumpamaan Yesus adalah sederhana dan
langsung kena, kisah yang mudah disimak oleh siapa pun. Akan
tetapi, dia juga menggunakan kotbah, dan kotbah yang
terkenal adalah kotbah bukit (kotbah ini bukanlah satu
kotbah panjang, melainkan adalah intisari yang diambil dari
ucapan-ucapan Yesus dalam berbagai kejadian).
Di samping memberikan ajaran, Yesus juga menyembuhkan banyak
penyakit dan bahkan menghidupkan kembali orang mati.
Perlahan-lahan namanya termasyhur ke seluruh negeri dan
orang mulai berbisik-bisik mempersoalkan siapakah dia.
Pertama kali Yesus mengaku sebagai "juru selamat" yang telah
lama dinanti-nantikan di Caesarea Phillippi. Setelah dia
menanyakan kepada murid-muridnya tentang siapakah dia
disebut khalayak ramai, dia bertanya tentang siapakah dia di
mata para muridnya? Petrus, yang merupakan orang pemberani,
menjawab, "Engkau adalah juru selamat." Semenjak itu Yesus
mulai memperkenalkan ajaran-ajaran dan perintah-perintahnya
kepada kedua belas muridnya tentang tujuan kedatangannya.
Lalu dia diberi nama Kristus yang berarti "orang yang
diurapi." Segera setelah pengakuan oleh Petrus tentang dia
(Yesus) sebagai "juru selamat," dia mengajak Petrus, Yahya
dan Yacob ke suatu bukit, di mana pakaian dan wajah Yesus
menjadi bercahaya putih mengkilap dan dia berkomune dengan
Nabi Elisa dan Musa. Peristiwa ini disebut Transfigurasi
(perubahan tubuh).
Namun selama tiga tahun misi Yesus, tantangan terhadap
ajarannya meningkat terutama dari pihak Parisi dan Saduki.
Kaum Saduki adalah kelompok kecil aristokrat yang sangat
berpengaruh yang mengaku sebagai keturunan Sulaiman.
Kelompok Parisi terbentuk pada saat Kekaisaran Yunani ingin
menanamkan pengaruhnya di Palestina, dan Kaum Parisilah yang
sangat menentang pengaruh (Helenisasi) ini. Kedua kelompok
ini, dengan alasan yang berbeda, memusuhi Yesus; kaum Parisi
menolak karena ajaran-ajaran Yesus menentang sikap kaum
Parisi. Kita tahu orang Yahudi sangat berpegang erat kepada
10 perintah Allah, sementara Yesus memperbaharui penafsiran
tentang makna kesepuluh perintah tersebut. Selama
bertahun-tahun hukum itu berubah menjadi doktrin yang
mendasari ajaran Yudaisme, yang menjadi dasar bagi orang
Yahudi untuk mengasihi Tuhan dan sesamanya. Bagi kebanyakan
orang Parisi, tradisi lebih penting daripada hukum, dan
Yesus sangat lantang menentang sikap orang Parisi ini. Kaum
Saduki menentang Yesus karena mereka bekerja sama dengan
bangsa Romawi, dan karena itu mereka sangat berpengaruh dan
menikmati hak-hak istimewa. Mereka khawatir Yesus bisa
menimbulkan kesulitan yang berakhir pada situasi yang
mengancam pada prestise dan kekuasaan mereka.
Setelah kira-kira tiga tahun, Yesus pergi ke Yerusalem
menunggang keledai dan disambut sebagai pembebas dan "juru
selamat," karena saat itu bertepatan dengan berlangsungnya
pesta paskah dan Yerusalem dipadati oleh banyak manusia.
Paskah adalah hari yang ditunggu-tunggu bagi kedatangan
"juru selamat" bangsa Yahudi, sehingga suasana saat Yesus
memasuki kota amatlah eksplosif. Lalu dia masuk ke Bait
Allah dan mengusir semua pedagang, pembunga uang dan
orang-orang lain yang dia anggap mengotori tempat suci
tersebut. Penduduk menunggu tindakannya yang selanjutnya,
yakni hal mengumumkan dirinya sebagai Raja yang akan
mengusir penjajah Romawi; namun tindakan yang
ditunggu-tunggu itu tidak pernah muncul. Sebaliknya Yesus
mengadakan perjamuan dengan murid-muridnya, yang dinamakan
perjamuan terakhir (sebagian cendekiawan menyebutnya
perjamuan paskah), sesudah itu dia pergi ke Taman Getsemane.
Di sana dia ditangkap serdadu yang dipimpin oleh Yudas
Iskariot.
Pertama kali setelah ditangkap, Yesus diajukan ke hadapan
para imam dan dituduh menghujat Allah, suatu kejahatan besar
dalam hukum Yahudi, namun karena mereka tidak dapat
menjatuhkan hukuman mati, keputusan mereka harus disahkan
oleh penguasa Romawi. Lalu Yesus dihadapkan kepada penguasa,
Pontius Pilatus, dan dituduh melakukan pemberontakan
subversi dan menghindari pajak; Pilatus tidak ingin
menghukum orang yang tidak bersalah, namun disebabkan
tekanan para imam dan amarah bangsa Yahudi -yang merasa
tertipu kalau Yesus tidak memperlihatkan dirinya sebagai
"juru selamat" dalam arti penuh kemenangan dalam peperangan-
dia terpaksa membuat keputusan yang tidak menyenangkan dan
Yesus dihukum dengan penyaliban. Putusan itu dilaksanakan,
dan Yesus mati setelah penuh penderitaan selama tiga jam di
kayu salib.
Akan tetapi, bagi Gereja Kristen, itu bukanlah akhir,
melainkan adalah awal. Tiga hari kemudian Yesus bangkit dari
kematian (tiga hari berdasarkan perhitungan Yahudi -Yesus
meninggal hari Jumat dan bangkit hari Minggu). Para wanita
yang pergi ke makamnya pada Minggu pagi menemukan makamnya
sudah kosong, namun pakaiannya masih terlipat di dalam
kubur. Kemudian Yesus sendiri menampakkan dirinya kepada
mereka; kemudian mereka berlari untuk memberitahukan hal itu
kepada murid-murid Yesus yang sebelumnya meragukan
kebangkitan Yesus; namun kemudian mempercayainya. Beberapa
saat kemudian Yesus mengajak mereka ke suatu bukit,
memberkati mereka lalu mereka terangkat ke surga. Semenjak
itu Yesus tidak pernah menampakkan diri lagi di bumi ini.
Sementara itu murid-murid Yesus tidak bisa menentukan
langkah-langkah mereka seterusnya. Namun pada hari
Pantekosta, pada saat mereka semua berkumpul di Yerusalem,
Roh Kudus turun dari surga dan hinggap pada masing-masing
mereka. Sejak itu mereka diubahkan, tidak lagi cemas dan
takut, melainkan sudah menjadi rasul-rasul yang berani yang
menjelajahi dunia ini untuk menyampaikan kabar gembira
tentang Tuhan Yesus Kristus. Pada awalnya mereka berharap
Yesus segera muncul kembali, namun hal itu tidak terjadi
demikian.
Iman baru ini segera menyebar di seluruh dunia lama.
Hebatnya, misi penyebaran Injil yang paling spektakuler
bukanlah oleh salah satu murid Yesus melainkan adalah oleh
Saul (Paulus) dari Tarsus, yang mengalami pertobatan pada
saat dia dalam perjalanan ke Damascus untuk menangkapi
orang-orang Kristen; sebagai hasil pertobatan ini, dia
banyak melakukan perjalanan untuk pekabaran Injil, mengalami
penderitaan yang berat, bahkan mati martir demi imannya Dia
menuliskan banyak surat nasihat dan penguatan iman kepada
gereja-gereja baru yang dia dirikan, dan dokumen-dokumen
ini, yang terdapat dalam PerjanJian Baru, sangat penting
karena merupakan salah satu tulisan Kristen pertama yang
kita miliki.
Pada tahun-tahun awal tersebut, ajaran baru ini masih dianut
orang Yahudi, namun ternyata agama baru ini segera
menghilang dari antara orang-orang Yahudi dan dianut oleh
orang-orang di luar Yahudi. Pemisahan antara ajaran Yahudi
dan Kristen mulai nyata dan akhirnya tak dapat dihindarkan;
para penganut Kristen tidak lagi merayakan hari-hari besar
Yahudi serta tidak mempertahankan tradisi dan budaya Yahudi.
Pemisahan ini diakui pada Dewan Yerusalem pada tahun 48 M,
pada saat pembatasan-pembatasan Yudaistis terhadap
orang-orang Kristen yang bukan Yahudi diberlakukan.
Mula-mula dengan enggan diberi toleransi oleh Kerajaan
Romawi, faham Kristen di bawah masa pemerintahan Kaisar Nero
yang sangat membenci ajaran Kristen. Nero berusaha
memojokkan orang Kristen dengan menuduh bahwa kebakaran
besar kota Roma disebabkan oleh orang Kristen (64 M), serta
membunuh orang-orang Kristen, di antaranya Petrus dan
Paulus. Banyak orang Kristen berkeyakinan bahwa dengan
kematian rasul-rasul ini, dan kematian orang-orang yang
secara pribadi mengenai Kristus, perlu dibuat rekaman
tertulis tentang kehidupan Kristus. Selama empat puluh tahun
berikutnya masih banyak tulisan tentang Yesus, namun hanya
empat di antaranya diakui dalam Perjanjian Baru. Akan tetapi
tindakan pembunuhan ini bukanlah yang terakhir, bahkan
meningkat selama pemerintahan Kaisar Domitian (81-96 M).
Selama dua ratus tahun ajaran Kristen merupakan doktrin yang
ilegal hingga akhirnya Kaisar Konstantin, setelah melihat
cahaya terang di malam hari sebelum melakukan suatu
pertempuran, yang meliputi salib dengan tulisan "dengan
tanda ini kamu ditaklukkan," memberikan hak legal kepada
orang-orang Kristen pada tahun 313 M dan menjadikan agama
Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi.
Apa yang terjadi kepada gereja muda ini selama masa yang
penuh kesulitan tersebut? Tantangan muncul dari berbagai
arah, namun penyebarannya makin pesat. Walaupun pada mulanya
Yerusalem dianggap sebagai pusat suci, namun sikap
permusuhan yang diperlihatkan orang-orang Yahudi yang
menguasai Yerusalem mendorong pemindahan pusat Kristen;
mula-mula ke Antiokia, bergeser ke Roma. Selama periode
Konstantine, Agama Kristen makin kuat dan melembaga.
Salah satu masalah pertama yang harus dipecahkan adalah
masalah Trinitas, keyakinan umat Kristen akan Bapak, Anak,
dan Roh Kudus, yang pada hakikatnya identik namun terpisah
satu sama lain. Banyak pendapat yang berbeda diajukan untuk
menjawab masalah Trinitas, dan tahun 325 Konstantin meminta
Dewan Pertama Nicaea untuk membahas masalah ini dengan
saksama, yakni 'Aryan Heresy' yang menyatakan bahwa Kristus
diciptakan Tuhan untuk membantu dalam penciptaan dunia ini,
dan menerima status ketuhanan dari Tuhan, jadi tidak sama
esensinya dengan Tuhan. Status ketuhanannya dapat dicabut
Tuhan. Dewan ini melahirkan Nicene Creed suatu bentuk yang
digunakan hingga dewasa ini dan mencakup kata-kata:
– Kami percaya akan satu Tuhan, Tuhan Yang Mahakuasa,
pencipta langit dan bumi, yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan.
– Kami percaya akan Yesus Kristus, anak tunggal Allah,
yang diturunkan oleh Allah Bapak, bukan diciptakan,
yang satu dengan Allah Bapak.
– Kami percaya akan Roh Kudus, Tuhan, pemberi kehidupan,
yang diturunkan dari Allah Bapak dan anak.
Lalu gereja dihadapkan dengan sekumpulan masalah, terutama
masalah intern. Romawi Barat dan Timur mulai terpisah
semakin jauh dan akhirnya benar-benar terpisah. Memang sebab
pemisahan ini bukan hanya hal di atas, karena masih banyak
titik-titik perpecahan antara Barat dan Timur. Dibandingkan
dengan Kristen Barat, Kristen Timur lebih menekankan
ikon-ikon. Ikon merupakan gambar flat pada kayu, gading atau
bahan-bahan lain, yang memperlihatkan Yesus, Perawan Maria,
atau orang suci yang lain dan melembaga dalam Gereja Yunani.
Selama abad kedelapan, ikon-ikon dilarang oleh Kaisar Leo
III, namun protes keras menyebabkan larangan ini dicabut
pada Sidang Umum ketujuh yang berlangsung di Nicaea tahun
787. Ini tampaknya merupakan kemenangan Gereja Timur. Namun
perpecahan di antara keduanya tidak akan diatasi oleh sidang
tersebut dan masalah ini mengemuka pada abad ke 11 pada
waktu Roma menerima pemberian suatu tambahan ke dalam Nicene
Creed, suatu hal yang tidak disetujui Gereja Timur. Tambahan
itu adalah "dan anak" setelah frasa "kami percaya dalam Roh
Kudus, Tuhan pemberi kehidupan, yang diturunkan dari Allah
Bapak …" Jadi, Gereja-gereja Timur tidak menerima bahwa
Roh Kudus diturunkan dari Allah Bapak dan Anak, melainkan
hanya dari Allah Bapak. Tentang masalah ini Timur dan Barat
sama sekali tidak mempunyai titik temu dan menimbulkan
pemisahan tahun 1054, karena wakil Paus menempatkan
surat-surat ekskomunikasi pada altar St. Sophia di
Konstantinopel. Sejak itulah muncul Gereja Katolik Roma dan
Gereja Ortodoks Yunani. Unsur-unsur doktrinal membuat mereka
tetap terpisah: Gereja Katolik dipimpin oleh satu tampuk
pimpinan yang disebut Paus, sementara Gereja Ortodoks
menyerahkan kepemimpinan di tangan para bishop atau
patriark; pandangan tentang Roh Kudus juga berbeda, Gereja
Ortodoks tetap memberikan kedudukan penting bagi ikon-ikon
dalam pemujaan, para pelayan gerejanya dibolehkan menikah,
dan lain-lain.
Segera kemudian, yakni tahun 1096, Paus Urbanus II
mengorganisasi Gereja Katolik ke dalam satu pola seragam
yang bertahan selama hampir 200 tahun -tentara salib.
Mula-mula dibentuk untuk dua tujuan, yakni mengurangi
tekanan Turki atas Kekaisaran Timur dan untuk menjamin
keamanan para peziarah yang berkunjung ke Yerusalem, tentara
salib segera mengalami degradasi cita-cita; mereka ingin
membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Muslim.
Gereja Katolik tetap berperan penting hingga abad
pertengahan. Berpusat di Roma, Paus memegang kekuasaan
tertinggi, yang melampaui kekuasaan raja dan ratu. Namun
sejak akhir abad keempat belas mulailah timbul tantangan
terhadap kekuasaan Paus yang begitu besar. Timbullah gerakan
reformasi yang dimulai Lollards dan Hussites; gerakan ini
berubah menjadi ancaman serius terhadap supremasi Gereja
Katolik ketika tahun 1617, seorang imam bernama Martin
Luther menentang keras penjualan surat aflat oleh gereja.
Dia lalu menolak supremasi Paus, menyangkal
transubstantiation, serta mendorong para bangsawan Jerman
untuk memberontak dan memisahkan kekuasaan mereka. Para
bangsawan, yang sebelumnya terdisilusi dengan kontrol oleh
Gereja dan Paus, membutuhkan sedikit dorongan dan banyak di
antara mereka segera bergabung dengan Martin Luther.
Tindakan Luther merupakan awal tumbuhnya berbagai sekte yang
didasari kepada doktrin pokok Luther namun berkembang sesuai
dengan jalan yang ditempuh masing-masing sekte. Pandangan
Luther mendapat formalisasi dalam Gereja Lutheran yang
tumbuh subur di Jerman, Skandinavia dan Amerika. Namun
Luther pun bertentangan dengan bekas sekutunya menentang
Paus. Salah satu bekas pendukungnya, Zwingli, mengembangkan
pandangan Eukaristi yang menyebabkan Luther dan Zwingli
berpisah.
Pengaruh Reformasi menyebar ke seluruh Eropa. Pembaharu yang
lain, John Calvin, memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma
tahun 1533. Pandangannya hampir sama dengan Luther, namun
dia yakin akan adanya karunia tertentu untuk kelompok
tertentu. Pengikut Calvin menyebar di Jerman, Negeri
Belanda, Skotlandia, Swiss, Amerika Utara dan cukup
berpengaruh di Inggris.
Inggris juga mengikuti anjuran para pembaharu namun dengan
motif yang agak berbeda. Tahun 1521 Raja Henry VIII telah
mengeluarkan suatu traktat yang menyerang Luther yang
menyebabkan dia mendapat titel 'Pembela Iman" dari Paus.
Akan tetapi Raja Henry VIII sangat ingin menikahi putri Anne
Boleyn namun sebelum bisa menikahi Anne, dia harus
menceraikan Catherine of Aragon. Sayangnya Paus tidak
merestui perceraian itu (Roma dipengaruhi oleh
saudara-saudara Catherine yang ada di Spanyol, negeri asal
Catherine) dan Henry terpaksa mengabaikan kekuasaan Paus
pada tahun 1534. Lalu dia menyatakan dirinya sebagai kepala
Gereja Inggris, dan dapat membatalkan perkawinannya dengan
Catherine. Ajaran "Tiga puluh sembilan pasal," yang
menyangkut hal-hal yang kontroversial serta mengungkapkan
bagaimana kedudukan Gereja Inggris mengenai masalah
perceraian tersebut, dikeluarkan tahun 1571 selama
pemerintahan Ratu Elizabeth I, anak perempuan Henry. Gereja
Inggris mengakui kerajaan sebagai kepala gereja, bukan Paus,
juga menolak transubstantiation, meniadakan biara serta
menggantikan bahasa Latin dengan bahasa Inggris untuk
dipakai di Gereja.
Tetapi reaksi terhadap Roma masih belum mencapai bentuknya
yang paling ekstrim. Dalam abad ketujuh belas, George Fox,
dari Leicestershire (Inggris), mulai menyebarkan ajaran
bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan tanpa melakukan
suatu 'hiasan' (upacara) ritualis yang ditetapkan oleh
gereja-gereja Katolik, dan bahwa gereja-gereja yang telah
diperbaharui belum cukup jauh melangkah dalam penolakan
mereka terhadap upacara dan hierarki gerejawi. Seorang
kristen, menurut George Fox tidak membutuhkan imam atau
pendeta/pastor, dan juga tidak membutuhkan bait suci. Tidak
ada gunanya ketujuh sakramen Gereja Katolik; tidak
dibutuhkan suatu sakramen apa pun. Fox lalu mulai
menyebarkan ajarannya dan melakukan berbagai perjalanan ke
daerah-daerah pedalaman. Pada umumnya, saat berdirinya
gerakan Fox ini dianggap terjadi pada tahun 1652, yakni saat
terjadinya kebaktiannya yang sangat berhasil untuk pertama
kalinya. Pengikutnya disebut "Quakers," atau "Perkumpulan
Sahabat-sahabat." Sampai sekarang juga mereka tidak
mempunyai bait suci kecuali rumah-rumah kebaktian, dan dalam
kebaktian mereka tidak ada liturgy, tetapi sebaliknya,
setiap orang dapat berbicara bila mereka merasa bahwa mereka
mempunyai sesuatu yang bermanfaat untuk diutarakan, tanpa
memperhatikan atau mempedulikan berapa usia yang mau
berbicara tersebut dan apa kedudukannya dalam masyarakat.
Berbagai perkembangan baru telah terjadi di Inggris pada
periode setelah Perang Saudara. Banyak orang merasa tidak
senang dengan penyatuan gereja dan negara yang dilakukan
oleh Henry VIII, tetapi selama periode persemakmuran
(Commonwealth period) di Inggris, mereka menjadi lega
melihat bahwa kedua hal tersebut (gereja dan negara) telah
dipisahkan kembali. Akan tetapi, dengan naiknya Charles II
menjadi pangeran, Undang-undang Uniformitas dikeluarkan pada
tahun 1662 yang memulihkan status quo tersebut dan
memerintahkan semua pastor untuk menerima "Buku Doa
Bersama." Imam-imam yang menolak untuk menerima (oleh karena
itu disebut Non-Conformis) ketentuan-ketentuan Undang-undang
ini akan dikeluarkan dari Jemaah mereka dan dianiaya. Hal
ini berlangsung sampai dengan keluarnya Undang-undang
Toleransi pada tahun 1689 yang memberikan mereka beberapa
hak hukum (legal). Akibatnya, perkembangan Gereja Baptis dan
Gereja Reformasi bersatu mengalami perkembangan cepat.
Gereja Baptis, yang didirikan oleh John Smith, menganggap
bahwa pembaptisan bayi adalah melawan perintah Alkitab.
Hanya orang dewasa yang telah mengerti makna sumpah yang
diucapkannyalah yang dapat dibaptis. Mereka juga mencoba
untuk meyakinkan bahwa jemaat ikut aktif dalam perjalanan
Gereja, dan mencontoh Kisah rasul-rasul dengan mengangkat
deakonis dari antara jemaatnya (lihat Kisah Rasul-Rasul 6:
1-6) untuk membantu mengarahkan dan menuntun gereja
tersebut. Gereja Reformasi Bersama adalah suatu koalisi dari
GereJa Presbiterian Inggris (yang dikembangkan dari ajaran
Calvin) dan gereja-gereja Jemaat Inggris dan Wales yang
didasarkan pada ajaran-ajaran dari tokoh pembaharu lainnya
yang telah menyebarkan ajarannya pada zaman Calvin, yakni
Robert Browne (1550-1633). Terlepas dari pandangan-pandangan
mereka yang sangat sama, tetapi usaha-usaha untuk menyatukan
kelompok-kelompok ini barulah berhasil pada tahun 1972
dengan pembentukan Gereja Reformasi Bersatu.
Gereja Metodis pada mulanya adalah merupakan suatu gerakan
dalam Gereja Inggris. Pendirinya, John Wesley (1703-1791),
tetap menolak untuk berpisah dari gereja induknya. Akan
tetapi, setelah kematiannya, disadari bahwa Gereja Metodis
tidak dapat lagi dimasukkan dalam Gereja Inggris, dan lalu
memisahkan diri pada tahun 1795. John Wesley dan saudaranya
Charles, melalui studi mereka yang ketat dan metodis
terhadap InJil (sehingga mereka disebut dengan nama
Metodis), merasa bahwa keselamatan diperoleh hanya karena
kasih dan karunia Tuhan, bukan karena suatu perbuatan atau
kebaikan manusia.
Menjelang akhir abad kesembilan belas, ada gelombang atau
kegairahan lain mengenai perhatian keagamaan. Hal ini
sebagian disebabkan penemuan-penemuan ilmiah dalam abad
tersebut yang mengancam berbagai keyakinan yang hingga waktu
itu telah diterima sebagai kebenaran religius yang tidak
dapat dibantah (misalnya, mengenai taman firdaus dan masalah
penciptaan). Dalam hal ini, reaksi dari Pencerahan
(Enlightement) dalam tahun-tahun sebelumnya turut berperan.
Akibatnya adalah bermunculannya banyak sekte yang memisahkan
diri dari gereja induk mereka, sebagaimana yang terjadi
dalam Reformasi yang memunculkan gereja-gereja yang
diperbaharui yang memisahkan diri dari iman Katolik. Di
Inggris, Bala Keselamatan berkembang sebagai suatu kekuatan
besar, bukan saja karena ketaatan beragamanya, tetapi juga
karena reformasi dan bantuan sosialnya. Di bawah
kepemimpinan William Booth (1829-1912), Bala Keselamatan
tersebut memisahkan diri dari gereja Metodis dalam tahun
1865 dan membentuk sendiri suatu organisasi yang bergaya
militer karena kelompok tersebut menganggap dirinya sebagai
laskar perang Tuhan dan memerangi ketidakadilan sosial.
Dibandingkan dengan kebanyakan sekte Gereja, mereka sangat
sedikit memperhatikan sakramen, walaupun mereka menerima
bahwa beberapa orang Kristen mungkin melihat sakramen itu
merupakan pertolongan dan bantuan.
Di Amerika juga terjadi suatu gejolak keagamaan yang
demikian. Pada tahun 1830, Mormon, atau Gereja Yesus Kristus
dari Orang-orang Suci Hari Terakhir, dibentuk oleh Joseph
Smith (1805-1844) yang mengklaim telah mengalami suatu wahyu
Tuhan, menemukan tablet-tablet emas yang tertulis dalam Buku
Mormon, yakni yang merupakan kitab suci penganut Mormon.
Pada mulanya ajaran Mormon ini terlarang karena
pandangan-pandangan mereka yang menyimpang dari ajaran
Kristen dan praktek poligami mereka, tetapi Mormon ini
merayap ke seluruh Amerika dan akhirnya menetap di Salt Lake
City, tempat markas mereka terletak hingga kini.
Aliran spiritual mulai ada tahun 1848 ketika dua orang
perempuan, yakni saudara perempuan Fox yang berumur dua
belas dan lima belas tahun, menyebabkan suatu kegemparan di
antara, penduduk kota mereka, Arcadia, New York State,
dengan mengklaim bahwa mereka telah dapat berkomunikasi
dengan roh-roh. Walaupun ada yang menyatakan bahwa
suara-suara gaduh tersebut adalah suara gabungan dari suara
kedua anak perempuan tersebut, tetapi mereka (penduduk kota
tersebut) berkumpul sedemikian banyak mendukung supaya
Gereja Spiritual didirikan. Penganut aliran Spiritual yakin,
selain pada pandangan-pandangan Kristen biasa, bahwa,
melalui mereka, nasihat dan tuntunan dapat diperoleh.
Advent Hari Ketujuh juga mulai ada di Amerika, yang
membangun reputasinya dalam tahun 1860, dan setelah itu
sekte ini cepat menyebar ke seluruh dunia. Berbeda dengan
sekte-sekte Kristen lainnya, mereka membuat hari ketujuh
sebagai Sabat (yaitu, mereka menjalankannya seperti yang
dilakukan oleh orang Yahudi, dimulai dari saat matahari
terbenam pada hari Jumat sampai matahari terbenam hari
Sabtu). Sama seperti Gereja Baptis, mereka hanya membaptis
orang-orang dewasa, dan juga membuat pembatasan-pembatasan
mengenai apa yang dapat dimakan dan diminum oleh jemaatnya.
Misalnya, mereka tidak boleh minum alkohol dan memakan
makanan kerang-kerangan.
Sebelum mengakhiri ulasan ini, tiga kelompok Kristen lainnya
harus disebut yakni: Christian Science, Saksi Jehova, dan
gerakan Pantekosta.
Christian Science didirikan oleh Mrs. Mary Baker Eddy pada
tahun 1879, yang mempertahankan bahwa satu-satunya realitas
hanyalah pikiran dan semua yang lainnya adalah illusi.
Oleh karena itu penyakit jangan dirawat dengan obat, tetapi
harus disembuhkan dengan mempraktekkan pemikiran yang benar.
Saksi Jehova, yang didirikan oleh C.T. Russell, yakin bahwa
kedatangan kedua kalinya Yesus serta akhir dunia ini akan
terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi, dan bila hal itu
terjadi maka hanya suatu kelompok elit saja yang selamat,
yaitu kelompok Saksi Jehova itu sendiri. Mereka mempunyai
Al-Kitab dengan terjemahan mereka sendiri dan mereka
menyisihkan banyak waktu, usaha, dan uang untuk
kegiatan-kegiatan missionaris.
Yang terakhir, yakni gerakan Pantekosta, yang bermula dari
suatu missi di Los Angeles dalam tahun 1906 yang dilakukan
oleh W.J. Seymour, mengajarkan bahwa setiap orang Kristen
dapat mengalami kehadiran Rohul Kudus dalam diri mereka
sendiri dan menerima hadiah-hadiah roh. Oleh karena itu
kebaktian Pantekosta adalah merupakan upacara yang sangat
emosional, di mana jemaatnya menjadi dirasuki oleh Rohul
Kudus dan tampak berbicara dalam lidah (berbahasa roh),
sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Yesus yang
pertama. Walaupun gerakan Pantekosta telah mempunyai gereja
sendiri, tetapi gerakan ini telah juga mempengaruhi
aspek-aspek lain dari Gereja (Kristen), dan dalam GereJa
Katolik gerakan tersebut juga berpengaruh dengan munculnya
apa yang disebut gerakan Karismatik, orang-orang Katolik
bermaksud menerima Rohul Kudus dalam diri mereka sendiri.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas secara mendalam
sekte-sekte Kristen, bahkan tulisan ini tidak menyebut semua
sekte yang ada, karena ada banyak gerakan-gerakan dan
aliran-aliran pemikiran yang berbeda dalam Gereja Kristen.
Penulis hanya mencoba untuk menempatkan dalam latar belakang
historis dan teologis sekte yang paling menyebar.
The History of Christian Doctrine
Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas
L. Berkhof
Penerbit CV. Sinar Baru
Cetakan pertama: 1992
Bandung
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa, memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.[1]
Berbeda dengan pendapat Keraf, Walija mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.[2]
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin, Beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.[3]
Bahasa merupakan sebuah komunikasi antara seseorang dengan orang lain sehingga membentuk sebuah interaksi melahirkan pemahaman antara keduanya. Bahasa juga dapat diibaratkan sebuah remote control yang dapat menyetel manusia tertawa, sedih, menangis lunglai, semangat dan sebagainya. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan-gagasan ke dalam pikiran manusia. Bias kita bayangkan seandainya kita hidup di bumi ini tanpa menggunakan bahasa, maka yang akan terjadi adalah sikap individualis antar sesama manusia, jangankan antar sesama, dengan makhluk lainpun kita perlu menggunakan bahasa.
Dengan bahasa, kita dapat mengetahui bahwa orang lain tertarik dengan kita atau sebaliknya, dengan bahasa kita bias mengetahui peradaban sebuah negara di dunia, dengan bahasa kita bias menyampaikan informasi kepada orang lain yang membutuhkan. Maka dari itu mempelajari bahasa itu menurut saya sangatlah penting, terutama mempelajari bahasa Indonesia. Setidaknya sebagai warga negara Indonesia, minimal kita harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik.
Mengapa kita harus belajar bahasa Indonesia ? Alasannya ialah, karena betapa pentingnya sebuah bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai di Indonesia. Kita sebagai warga Negara Indonesia pasti sadar diri, betapa banyaknya ragam bahasa di Indonesia. Lain daerah lain bahasa, orang Sumatera memiliki bahasa sendiri, orang Jawa memiliki bahasa sendiri, orang Kalimantan memiliki bahasa sendiri. Dan ragam bahasa itu menjadi kebanggaaan kita sebagai warga Negara Indonesia.
Ada beberapa alasan, mengapa kita perlu belajar bahasa Indonesia
Sebuah ungkapan atau sebuah pepatah yang memakai 2 unsur atau kata pokok yaitu bahasa dan bangsa. Dari dua unsur dapat disimpulkan 3 arti yaitu :
Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu kita harus belajar bahasa Indonesia. Sejak kecil kita sekolah mulai dari sekolah di tingkat dasar, menengah, atas dan sampai kuliah. Ilmu itu di ajarkan dalam bahasa Indonesia. Kalau dulu kita belajar dari orang lain, kini giliran kita untuk mengajarkan kepada orang lain. Bagaimana kita dapat mengajarkan kepada orang lain sedangkan bahasa Indonesia kita berantakan. Apakah ada media lain selain bahasa tulisan untuk kita berbagi ilmu pengetahuan ? tentu tidak, maka dari itu kita di tuntut untuk melatih agar bahasa Indonesia kita baik dan sesuai dengan EYD. Kita tidak dituntut 100% baik dalam EYD tetapi separuhnya juga boleh dan yang paling penting selalu berlatih.
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik.[4]
Bahasa manusia yang berbeda-beda menyebabkan manusia mencoba untuk mengungkapkannya dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan komputer untuk menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lainnya. Perangkat demikian dikenal sebagai "Mesin Penerjemah".
Mesin Penerjemah merupakan hal yang sangat diidam-idamkan oleh para pakar komputer sejak awal. Pada mulanya mereka memperkirakan, bahwa hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi, hal tersebut ternyata sulit dalam pelaksanaannya, sehingga para pakar komputer tersebut putus asa. Meskipun demikian, di masa sekarang ini beberapa perangkat penerjemah telah dijual secara komersial di pasaran.
Dari kajian ontology dan epistimologi yang kita bahas sebelumnya, maka dapat kita kaji tentang aksiologi bahasa sebagai berikut:
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing.
Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Berdasarkan kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Selain itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai bidang harus selalu kita bina dan kita tingkatkan.
Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia -sebagaimana halnya lambang lain, yaitu bendera merah putih dan burung garuda- mau takmau suka taksuka harus diakui menjadi bagian yang takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi, seandainya ada orang yang kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang identitas kita ini tentu sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita kepada orang tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa Indonesia dapat menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila masyarakat bahasa Indonesia membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian dalam bidang masing-masing.
Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita berkomunikasi dengan siapa pun memakai bahasa Indonesia apabila komunikator dan komunikan mengerti. Karena itu, kesalahpahaman dengan orang dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai bahasa Indonesia. Melalui fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara kita di daerah lain.
Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki bahasa nasional yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam kebesaran Indonesia. Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia boleh dan bisa dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas menjadi bahasa nasional sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya seandainya bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional. Mungkin saja terjadi perpecahan perang antarsuku, lalu muncul negara-negara kecil. Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang menjadi landasan para pemikir bangsa waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan untuk kebesaran dan kejayaan bangsa; dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara memiliki empat fungsi yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional. Keempat fungsi bahasa negara adalah sebagai berikut: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam fungsi pertama bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam penulisan dokumen dan putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan. Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi mau takmau dalam pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Namun, ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus) digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita berusaha menjelaskan sesuatu, baik secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa Indonesia agar orang yang kita tuju dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
Fungsi keempat mengingatkan kita yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu segala ilmu yang telah kita miliki akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau bahkan jika memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu tersebut akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah atau bahasa asing.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
TUGAS INDIVIDU
CRITICAL REVIEW JURNAL INTERNATIONAL
The Relationship between Empowerment and Organizational Citizenship Behavior of the Pedagogical Organization Employees
(Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota dalam Sebuah Organisasi)
Dosen Pengampu:
Prof. H.A. Sonhaji K.H., M.A., Ph.D
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo
Oleh :
AFIFUL IKHWAN
NIM.12730012
MPI A – SMT 1
PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
Januari 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Citizenship Behavior of the Pedagogical Organization Employees.
(Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan Pemberdayaan Anggota
dalam Sebuah Organisasi)
Iranian Journal of Management Studies (IJMS), No.2, Vol.4, September 2011, pp: 53-62, Universitas Qom (Iran), Perpusnas- http://e-resources.pnri.go.id/
Pertimbangan artikel jurnal ini penulis telaah, karena keterkaitan penulis pada sebuah perjalinan suatu hubungan dengan baik akan berdampak baik pula kedepannya, “karena Anda diperlakukan dengan baik, maka anda memperlakukan perusahaan (atasan) dengan baik”. Saling ber-sinergi, salah satunya dengan pemberdayaan karyawan/bawahan.
Hubungan antara atasan dan bawahan akan dirasakan seperti berada di neraka jika ada ketidakcocokan di antara keduanya. Tidak jarang individu berpotensi yang mengundurkan diri karena mempunyai atasan yang tidak bisa memperlakukannya atau memberdayakannya dengan baik. Pada dasarnya bawahan tidak bisa memilih atasan, sedangkan atasan bisa lebih bebas memilih bawahan. Sudah seharusnya kedua belah pihak baik atasan maupun bawahan sama-sama meng-update kemampuannya dan saling memberdayakan dalam berinteraksi agar menjadi atasan yang dicintai bawahan dan demikian pula sebaliknya.
Kesan penulis; Menginspirasi memang lebih mudah dilakukan dari tengah-tengah tim, apa lagi waktu belakangan ini kerja tim sangatdi anjurkan. Hubungan informal dan kontak personal sangat berpengaruh pada mental yang diberdayakan. Hanya atasan yang sadar akan kapasitas sumber dayanyalah yang bisa mengajak orang di sekitarnya untuk berupaya lebih dan membuat nilai tambah (berdaya guna). Hal ini juga yang memungkinkan pemimpin organisasi untuk memotivasi bawahan secara personal, sesuai dengan kekuatan dan kekhasan bawahannya.
Bawahan akan merasa “terangkat” dan seolah “superman” yang merasa mampu berbuat lebih. Atasan yang inspiratif membuat bawahannya menghargai dirinya sendiri seperti halnya ia menghargai organisasi/perusahaan dan pelanggannya. Dengan mengenali kekhasan bawahan, atasan yang inspiratif bisa menjadi lebih dari sekadar “pemimpin” yang baik, tetapi ia juga membimbing bawahan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, kemudian memberikan pengarahan dari jalan keluar, juga prinsip profesional dari solusi permasalahan, bahkan sampai filosofinya.
Alasan emosional selalu lebih solid daripada sekadar hubungan finansial. Upah memang menentukan kepuasan kerja, tetapi pemimpin besar biasanya kreatif dalam menemukan cara yang tidak biasa dalam memenuhi kebutuhan bawahannya, yaitu mempertimbangkan faktor-faktor di luar kebutuhan yang basic, seperti respek dan prestise, untuk bisa mengangkat semangat timnya dengan lebih baik salah satunya dengan memberdayakan itulah yang membuat terkesan penulis menelaah artikel jurnal ini.
BAB II
GAMBARAN UMUM ARTIKEL
Perilaku Karyawan dengan pemberdayaan anggota dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses keberhasilan dan pembangunan yang berkelanjutan dari kinerja organisasi tersebut. Oleh karena itu, tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada karyawan di lembaga pendidikan tinggi universitas Qom di Iran. Tujuan dari penelitian ini juga ingin memaparkan apakah ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan pemberdayaan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom dan juga apakah ada hubungan antara komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dengan karyawan akademisi dalam organisasi di universitas Qom.
Pentingnya penulisan artikel ini menjelaskan rentetan sejarah asal muasal hubungan pimpinan dalam suatu organisasi dengan karyawanya yang awal mulanya mono tone (satu arah) komunikasinya, karyawan atau bawahan harus mengikuti keseluruhan dari apa-apa yang sudah ditetapkan peraturannya dalam organisasi tersebut melalui kebijakan pimpinanya.
Periode saat ini, perkembangan kehidupan manusia dibarengi dengan transformasi yang luar biasa. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, organisasi harus siap untuk bertahan dan berkembang menghadapi transformasi besar tersebut dan perkembangannya, jika tidak, mereka akan pergi dari bisnis. Dengan "kesiapan" itu bukan berarti tentang peralatan dan kesiapan teknologinya, melainkan lebih berarti bahwa organisasi harus mempersiapkan staf mereka sebagai modal utama organisasi yang sangat berharga.
Penelitian ini juga kepentinganya akan memberi kontribusi besar dalam khazanah ke-organisasian secara umum, bagaimana sistem gotong royong yang sebenarnya,bagaimana memberdayakan bawahan/karyawan dengan menyesuaikan kemampuan masing-masing, bagaimana membangun komunikasi dengan baik, melatih tanggung jawab, memupuk rasa percaya diri, menumbuhkan rasa memiliki pada organisasi yang di naunginya, dsb.
Penelitian ini menggunakan teori dari Eby (1999) pemberdayaan karyawan, partisipasidan hubungan antar manusia merupakan pendekatan yang dapat membantu mencegah terjadinya turnover intention (perubahan niat). Pemberdayaan telah diakui sebagai salah satu pendekatan dalam mengurangi turnover intention dan turn over.
Kuantitatif; Keseluruhan statistik meliputi 434 karyawan di Universitas Qom, akademisi di Zona 1, 2, 3 dan 4. Keseluruhan statistik ini dibagi menjadi empat kelompok. Anggota masing-masing kelompok yang seragam, tetapi tidak ada keseragaman antar kelompok yang lengkap. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Prediksi pada pemberdayaan perilaku anggota organisasi bervariasi kriterianya. Untuk mengukur pemberdayaan, kuesioner penelitiannya dirancang dan digunakan sesuai dengan literatur yang relevan. Ada dua puluh lima item kuesioner yang mencakup enam komponen dari variabel. Untuk mengukur perilaku anggota organisasi menggunakan Moorman and Black Lee kuesionernya (1998). Kuesioner ini meliputi dua puluh lima item. Dengan melompati barang serupa dan budaya berbasis variabel, kuesioner menurun menjadi sembilan belas item. Validitas isi dikonfirmasi oleh polling para ahli seperti dosen universitas dan keandalan kuesioner diuji menggunakan Chronbach koefisien alpha[1].
Untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, pertama koefisien korelasi Spearman dan kemudian uji korelasi Parsial digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Tetapi hubungan keterampilan komunikasi dan perilaku terhadap perilaku anggota organisasi yang signifikan.
Dengan menggunakan t-test, kesesuaian atau ketidak tepatan komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dalam organisasi akademisi Universitas Qom ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Status komponen pemberdayaan perilaku anggota organisasi
Components |
Test statistics |
Freedom Degree |
Significance Level |
Average Difference |
95% Confidence Interval for Average Difference |
|
t |
Lower |
Upper |
||||
Expertise |
11.079 |
98 |
0 |
.75337 |
.6184 |
.8883 |
Courage in Practice |
20.659 |
98 |
0 |
1.7576 |
.9724 |
1.1791 |
Work Ethics |
40.023 |
98 |
0 |
1.59360 |
1.51146 |
1.6726 |
Communicational Skills |
23.706 |
98 |
0 |
1.17677 |
1.0783 |
1.2753 |
Thinking |
25.428 |
98 |
0 |
1.27020 |
1.1711 |
1.3693 |
Experience Gaining |
17.539 |
98 |
0 |
1.09764 |
.9734 |
1.2218 |
Empowerment |
31.038 |
98 |
0 |
1.16122 |
1.0870 |
1.2355 |
Interpersonal Help |
22.881 |
98 |
0 |
1.19444 |
1.0908 |
1.2980 |
Individual Innovation |
16.329 |
98 |
0 |
1.02694 |
.9021 |
1.1517 |
Honest Support |
9.579 |
98 |
0 |
.64444 |
.5109 |
.7779 |
Personal Hardworking |
23.822 |
98 |
0 |
1.20303 |
1.1028 |
1.3032 |
Organizational Citizenship Behavior |
22.654 |
98 |
0 |
1.01721 |
.9281 |
1.1063 |
Menurut Tabel 1, semua komponen pada tingkat signifikansi 0.000 dan kurang dari 0,05, dan kedua tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah yang positif. Oleh karena itu, status komponen ini dapat diterima. Untuk peringkat komponen perilaku pemberdayaan anggota organisasi, uji Freedman diterapkan. Tabel 2 menunjukkan peringkat komponen pemberdayaan dan Tabel 3 menunjukkan komponen perilaku anggota organisasi.
Tabel 2: komponen utama pemberdayaan
Priority |
components |
Average Rank |
1 |
Work Ethics |
5.98 |
2 |
Thinking |
4.46 |
2 |
Communicational Skills |
3.96 |
2 |
Experience Gaining |
3.8 |
2 |
Courage in Practice |
3.47 |
3 |
Expertise |
3.84 |
Tabel 3: Peringkat komponen perilaku anggota organisasi
Priority |
components |
Average rank |
1 |
Personal Hardworking |
3.76 |
1 |
Interpersonal Help |
3.52 |
2 |
Personal Innovation |
2.99 |
3 |
Honest Support |
1.9 |
Salah satu tujuan utama dari organisasi adalah menikmati karyawan diberdayakan oleh siapa, mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek melalui tujuan organisasi. Pemberdayaan karyawan dapat memiliki dampak positif pada aspek organisasi lainnya seperti komitmen, spiritualitas, kepuasan pelanggan, budaya organisasi, perilaku anggota organisasi, dan akhirnya produktivitas. Semua penelitian yang disebutkan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Oldham dan Hackman (1975) memperkenalkan perilaku anggota organisasi sebagai hasil kerja awal adalah pemberdayaan.
Cushman (1984) menunjukkan bahwa rasa kebermaknaan berkaitan dengan inovasi individu, dan rasa efektivitas berkaitan dengan dukungan yang jujur. Nykodym (1994) menemukan bahwa karyawan yang diberdayakan memiliki loyalitas organisasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, bahwa kontribusi dalam pengambilan keputusan kemurahan hati berpengaruh, dan meningkatkan kepercayaan juga kebebasan yang mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati serta anggapan sosial.
Watt dan Schaffer (2003) menunjukkan bahwa perasaan yang bermakna merupakan faktor utama untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kebaikan hati, jiwa-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan kesadaran merupakan dampak faktornya. Akhirnya, Sandhu dan Bhatnagar (2005) menyatakan bahwa para manajerlah yang merasa bahwa perilaku mental menunjukkan pemberdayaan anggota organisasi.
Sementara itu, hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Mereka menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
Di sisi lain, nilai koefisien korelasi keterampilan komunikatif serta perilaku anggota organisasi lebih besar dari aspek-aspek lain dari perilaku ekstra pemberdayaan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan perilaku komunikasional berhubungan dengan perilaku anggota organisasi lebih dekat dari tiga aspek lainnya. Oleh karena itu, maka akan diperlukan bagi para manajer untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengembangkan keterampilan tersebut antara staf mereka jika mereka ingin meningkatkan perilaku anggota organisasi.
Jadi berdasarkan mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dan perilaku anggota organisasi, disarankan untuk top manajer dan pejabat pemegang saham meningkatkan keterampilan komunikasi guna meningkatkan perilaku anggota organisasi yang akhirnya juga untuk mencapai pengembangan kinerja dan tujuan organisasi.
BAB III
TELAAH KRITIS
Memberdayaan berarti memampukan (to able), memberi kesempatan (to allow), dan mengijinkan (to permit). Memberdayaan pegawai berarti memampukan dan memberi kesempatan untuk melakukan fungsi-fungsi manajemen dalam skala yang menjadi tanggung jawabnya, baik secara individu maupun kelompok. Selain itu pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai seni-dalam proses mendorong pegawai untuk bekerja secara optimal demi kepuasan pelanggan.
Dalam implementasi pemberdayaan pegawai diperlukan tingkat kejujuran yang tinggi, keterbukaan, dan integritas pada manajemen puncak, sehingga pemberdayaan bukan sekedar pemberian delegasi dari pimpinan kepada pegawai dibawahnya, tetapi lebih pada apa dan bagaimana sistem nilai dalam organisasi tersebut dipatuhi. Proses pemberdayaan pegawai suatu organisasi, dapat dilakukan melalui lima tahap: (1) proses diseminasi informasi (informing), tahap (2) proses konsultasi (consulting), tahap (3) proses pengumpulan ide (sharing), tahap (4) proses pendelegasian (delegating), dan tahap (5) proses pemberdayaan (empowering).
Ada empat komponen atribut pokok organisasi perusahaan yang harus segera diperbaiki jika ingin tetap eksis dalam kancah persaingan global, yakni (1) berorientasi pada pelanggan dan kualitas (customer and quality driven), (2) efektivitas pendapatan dan biaya (revenue and cost effective), (3) kecepatan dan fleksibilitas dalam merespon perubahan pasar (fast and flexible in responding to market changes), dan melakukan inovasi secara berkelanjutan (continually innovating).
Keberhasilan organisasi yang hidup di masa kini dan masa mendatang akan ditentukan oleh faktor kecepatan, fleksibilitas, integritas, dan inovasi dalam memenangkan setiap pesaingan. Sebuah paradigma baru organisasi moderen menganggap bahwa setiap orang adalah pemimpin (leadership from everybody), sehingga melalui pembentukan mindset tersebut pegawai berkesempatan memacu mengembangkan bakat kepemimpinannya. Dengan berkembangnya potensi sebagai pemimpin dan mampu mengembangkan kualitas, kompetensi, serta komitmen yang ada pada setiap pegawai, maka akan memepermudah di dalam melakukan alignment visi pribadinya dengan visi organisasi dimana pegawai tersebut bernaung.[2]
Kejadian-kejadian di sekitar merupakan data tentang konsekuensi dari perilaku anggota yang sedang terjadi, dan tentang kondisi -kondisi yang relevan dengan perilaku masa depan anggota. Kejadian-kejadian tersebut akan memberikan data pada individu (karyawan). Data ini akan mempengaruhi pembentukan penilaian tugas individu.
Setiap individu akan membuat penilaian berkenaan dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Penilaian ini meliputi empat dimensi yaitu:
Hal–hal di atas dinilai berdasarkan idealisme dan standart masing– masing individu anggota. Jadi empat hal di atas perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian tugas, dan ke empat hal tersebut memiliki efek–efek motivasi, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku anggota (behavior) yang berwujud munculnya aktivitas, konsentrasi, inisiatif, kegembiraan, dan fleksibilitas. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi jalannya kehidupan organisasi/ perusahaan.
Merupakan proses pembelajaran secara kumulatif dari penilaian tugas yang terdahulu dan digunakan untuk membantu mengisi gap–gap dalam menilai situasi baru. Elemen ini sama dengan elemen ke 2 yaitu meliputi empat dimensi: pengaruh, kompetensi, kebermaknaan, dan pilihan.
Merupakan elemen ke lima yang memainkan peranan penting juga dalam dasar ini. Individu anggota akan menambah informasi dari elemen ini untuk melakukan penilaian tugas. Elemen ini meliputi:
Dasar terakhir dari model ini mengacu pada usaha yang hati–hati dan tidak tergesa-gesa untuk pemberdayaan (peningkatan motivasi kerja). Elemen ini akan mempengaruhi penilaian tugas melalui elemen 1 dan atau melalui elemen 5. Jadi ke dua rute ini memberi efek pada penilaian tugas. Beberapa hal dapat dijadikan contoh dari elemen ke 6 ini yaitu: kepemimpinan, pendelegasian, desain pekerjaan, dan reward systems.[3]
Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika dilandasi oleh tiga keyakinan dasar berikut ini:
Oleh karena konsep pemberdayaan dimulai dari keyakinan bahwa orang pada dasarnya ingin mengerjakan pekerjaan baik, manajer tidak perlu lagi menerapkan metode guna membujuk karyawan untuk mengerahkan usaha mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, dan manajer harus mendukung usaha karyawan dengan menghilangkan hambatan apa pun yang mencegah terwujudnya kinerja unggul.
BAB IV
KESIMPULAN TELAAH KRITIS
Tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
DAFTAR RUJUKAN TELAAH KRITIS
Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of Organizational Behavior, Prentice Hall, USA.
Kenneth W. Thomas and Betty A. Velthouse, 1990, "Cognitive Elements of Empowerment: An Intrepetive Model of Intrinsic Task Motivation ", Academy of Management Review ,Vo1.15, pp 666 – 681.
Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in Organizations, Fisher College of Bussiness The Ohio State University: Pearson Prentce Hall, 2005.
Hubungan antara Perilaku Karyawan dengan
Pemberdayaan Anggota dalam Sebuah Organisasi
Oleh:
Ghodratollah Bagheri1*, Hassan Zarei Matin2, Faezeh Amighi 3
1. Assistant Professor of Tehran University, Qom College, Iran
2. Professor of Tehran University, Qom College, Iran
3. M.A student of Tehran University, Qom College, Iran
Diterjemahkan oleh: Afiful Ikhwan
(Mahasiswa SPS Program Doktor UIN Malik Ibrahim Malang)
Abstrack
Perilaku Karyawan dengan pemberdayaan anggota dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses keberhasilan dan pembangunan yang berkelanjutan dari kinerja organisasi tersebut. Oleh karena itu, tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada karyawan di lembaga pendidikan tinggi universitas Qom[5]. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih dari populasi melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Peneliti membuat Kuesioner yang akan digunakan untuk mengukur pemberdayaan dan komponen-komponennya, lalu kuesioner Moorman and Black's adalah standar yang digunakan untuk mengukur perilaku anggota organisasi dan komponen-komponennya pula.
Komponen pemberdayaan ini adalah keahlian, keberanian dalam tindakan, etos kerja, keterampilan komunikasi, berpikir, dan mendapatkan pengalaman. Hasil uji menunjukkan bahwa situasi pemberdayaan perilaku anggota organisasi relatif diinginkan. Namun hasil koefisien korelasi Spearman's dan Koefisien korelasi Parsial menunjukkan bahwa tidak ada pemberdayaan hubungan antara perilaku anggota organisasi dengan karyawan. Namun, hubungan komunikasi dan keterampilan terhadap perilaku anggota organisasional yang masih signifikan.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Perilaku Anggota Organisasi, Karyawan Akademisi Organisasi.
Pendahuluan
Teori-teori manajemen dalam organisasi mulai berkembang di tahun awal abad kedua puluh. Awalnya, manajemen sekolah pada organisasi klasik lalu diakui melalui proses, ruang lingkup pemantauan, dan struktur pembagian kerjanya. Sekolah neoklasik ditangani dengan gerakan hubungan antar manusia. Akhirnya, sekolah darurat secara sistematis muncul di th 1930. Belakangan ini, yang mendominasi adalah filsafat manajemen.
Sekolah klasik menganggap manusia sebagai mesin yang bertindak menjadi sistem yang tertutup, serta harus mematuhi seperangkat aturan dan perintah tanpa hak untuk membuat keputusan. Bahkan, kebebasan dan otoritas tidak memiliki arti di antara karyawan. Namun, dengan munculnya gerakan hubungan antar manusia, sikap ini berubah dan manajer secara bertahap berbagi kewenangannya dengan karyawan dan bergerak menuju pemberdayaan sehingga pada tahun 1990-an mereka fokus pada kerja tim. Manajer membuka jalan bagi karyawan untuk mengungkapkan kekuatan potensial mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Kekuatan pemberdayaan manusia juga diakui sebagai kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Karyawan yang diberdayakan mampu belajar dan tumbuh secara individual, untuk menggunakan keterampilan komunikasi, untuk berpikir sistematis, untuk mendapatkan pengalaman dan menjaga etika kerja. Pemberdayaan karyawan dapat mengubah organisasi untuk satu pembelajaran sedemikian rupa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan secara terus menerus dan mencapai hasil yang diinginkan.
Perilaku anggota organisasi adalah sebuah konsep dimana organisasi juga memerlukan untuk bertahan di lingkungan yang menantang dan kompetitif di era kontemporer ini. Jika karyawan bekerja dalam organisasinya dengan baik, mempunyai rasa memiliki yang tingi, maka baik pula organisasinya, mereka berdua dapat menarik lebih banyak anggota kepada organisasi dalam persaingan, dan mengubahnya menjadi sebuah suasana penuh kepercayaan dan motivasi.
Periode saat ini, perkembangan kehidupan manusia dibarengi dengan transformasi yang luar biasa. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, organisasi harus siap untuk bertahan dan berkembang menghadapi transformasi besar tersebut dan perkembangannya, jika tidak, mereka akan pergi dari bisnis. Dengan "kesiapan" itu bukan berarti tentang peralatan dan kesiapan teknologi, melainkan lebih berarti bahwa organisasi harus mempersiapkan staf mereka sebagai modal utama organisasi yang sangat berharga.
Dalam suasana yang sering didefinisikan dengan istilah seperti kompleksitas, kekacauan cepat terjadi, dan perubahanpun dipercepat, karyawan harus fleksibel pada-pimpinan, wirausahawan, bertanggung jawab, dan mencari penemuan dan kebebasan bertindak. Struktur organisasi dan gaya manajerial harus merubah secara mendasar, karyawan juga harus memberikan kontribusi dalam proses pengambilan keputusan, kelompok kerja harus diterapkan, bawahan diberi kepercayaan dengan kekuasaan dan otoritas penuh, dan struktur hirarkis harus diganti dengan struktur jaringan organisasi. Namun, organisasi tidak mampu berkembang efektif tanpa kecenderungan sukarela individu untuk bekerja sama. Perbedaan antara kerjasama sukarela dan kerjasama wajib sangat penting diketahui. Wajib; orang melakukan tugasnya sesuai dengan hukum dan peraturan yang telah dibuat oleh organisasi, peraturan dan standar yang mensyaratkan mereka. Kerjasama secara sukarela; apapun dan bagaimanapun, walaupun di luar tugas, masing-masing individu karyawan menunjukkan usahanya, energinya dan visinya untuk mengaktualisasikan kemampuan mereka sendiri dalam mendukung organisasi.
Organisasi Pedagogik (organisasi pendidikan) adalah sebuah organisasi yang memiliki misi yang sangat penting dan sensitif. diperlukan karyawan dengan kinerja sukarela dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mencapai tujuannya dalam mendidik dan melatih siswa.
Penelitian ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Kajian Pustaka
Kanger dan Kanengo (1988) percaya bahwa praktek pemberdayaan bawahan merupakan bagian penting dari efektivitas organisasi dan manajerial. Ditetapkan tekanan pada organisasi dengan persaingan global yang membuat mereka berubah dan mengubah, dan tekanan yang ditetapkan oleh teknologi baru dan perubahan pelanggan "pola pikir menuntut akuntabilitas organisasi yang cepat”. Karena organisasi harus fleksibel tentang tekanan antar-organisasi dan intra-organisasi juga ancaman, mereka harus merevisi dan memikirkan kembali tentang gaya manajerial, metode dan perilaku. Saat ini, pemberdayaan karyawan diakui sebagai salah satu strategi untuk menyelamatkan organisasi dan untuk meningkatkan kinerja serta kontribusi.
Mempelajari pemberdayaan memberi dampak mengubah perilaku anggota organisasi pada kegiatan higienis personal dalam industri makanan, Cushman (1984) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara perilaku karyawan akademik dan pemberdayaan anggota organisasi. Dia menyatakan bahwa ada hubungan parsial antara akal makna dan inisiatif personal, arti seleksi dan inovasi personal, serta dampak akal dan dukungan organisasi.
Bateson (1991) menunjukkan bahwa mengharapkan bonus, menghindari hukuman, dan merasakan tekanan gelisah akan menyebabkan diri berorientasi pada motivasi bagi setiap individu untuk saling membantu. Oleh karena itu, membantu orang lain meningkatkan kemandirian dan harga diri yang berakar pada diri organisasi, merupakan sebuah jenis harapan pasti. Dampak yang berarti bahwa seseorang yang berpengaruh adalah hasil akhir yang resmi (bahwa dalam organisasi diperlukan sosok tokoh) agar strategis dan operasional juga unit kerjanya bagus. Individu dengan perasaan seperti itu lebih mungkin untuk melampaui persyaratan organisasi dalam pekerjaan mereka. (Watt and Schaffer, 2003).
Mempelajari hubungan antara pemantauan karyawan dan perilaku anggota organisasi dalam sebuah pelayanan organisasi, Nihoff dan Moorman (1993) membuktikan bahwa pemantauan karyawan memiliki dampak positif pada pemahaman keadilan organisasi, sementara itu memiliki dampak negatif pada perilaku anggota organisasi. (Cushman, 2000, p. 12).
Nykodym (1994) menemukan bahwa konflik dan ambiguitas kurang terlihat dalam memberdayakan peran karyawan, karena mereka mampu mengendalikan suasana mereka. Selain itu, karyawan berdaya memiliki kepuasan kerja lebih luas serta motivasi dan loyalitas yang lebih tinggi pada organisasi.
Podsakoff dan Mackenzie (1994) menjelaskan bahwa perilaku anggota organisasi memiliki dampak positif pada kinerja penjualan di perusahaan asuransi. (Yoon 2009, p. 422). Studi yang dilakukan oleh Robinson dan Morse (1995) menjelaskan bahwa para karyawan yang melakukan pelanggaran di luar batas wajar, cenderung untuk meningkatkan kinerja pada organisasi sebagai anggota organisasi.(Watt and Schaffer, 2003, p. 410). Morrison (1996) menemukan bahwa, memberdayakan karyawan memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengekspresikan perilaku anggota organisasi. Pemberdayaan akan meningkatkan efisiensi perasaan diri di antara anggota organisasi dan juga menghasilkan untuk para anggota organisasi (Ibid, hal. 410).
Ahearn (2000) meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan yang memberdayakan perilaku anggota organisasi terhadap kinerja penjualan tim di India. Risetnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku kepemimpinan yang memberdayakan karyawannya, "keterlibatan dalam perilaku anggota organisasi, yaitu perilaku kepemimpinan yang memberdayakan mempengaruhi perilaku anggota organisasi dan kinerja tim, kontribusi dalam pengambilan keputusan sebagian juga mempengaruhi suasana hati, meningkatkan kepercayaan serta kemandirian mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati dan martabat sipil (Ahearn, 2000, hal. 84).
Watt dan Schaffer (2003) mempelajari hubungan psikis antara perilaku anggota organisasi yang diberdayakan dengan Bank Investasi Hong Kong, dan mengkonfirmasikan dengan asumsi bahwa pemberdayaan mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Penelitian mereka membuktikan bahwa perasaan baik merupakan faktor utama untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kemurahan hati, menjiwai-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan berdampak pada faktor kesadaran. Untuk menjelaskan temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa perasaan yang baik melibatkan orang pada pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka, ide-ide dan gagasan. Oleh karena itu, orang dengan rasa percaya diri tingkat tinggi dapat terlibat dalam perilaku yang mencegah masalah kerja lainnya, karena mereka berkomitmen dan menerima tujuan organisasi. Dengan kata lain, dampak kompetensi pada kesadaran berarti bahwa orang-orang yang percaya pada kemampuan mereka sendiri untuk mencapai tujuan akan melakukan segala sesuatu yang diperlukan. Kemurahan hati yang berarti bahwa karyawan cenderung mentolerir kondisi kurang ideal. menjiwai-organisasi dan dampaknya juga mempengaruhi kerja dan kesadaran. menjiwai-organisasi menyebabkan belajar, minat dalam kegiatan, dan perbaikan di saat sulit. Juga, lebih fleksibel mengarah pada kreativitas, penemuan dan disiplin diri.
Yagil meneliti hubungan antara pemberdayaan karyawan dengan kejenuhan dan kepuasan pelanggan pada layanan organisasi di kedua sektor publik dan swasta. Dia menunjukkan bahwa pemberdayaan memiliki hubungan positif dengan kepuasan pelanggan dan hubungan negatif dengan kejenuhan dan perasaan yang tidak ada karakteristik pribadi. (Yagil, 2006).
Sandhu dan Bhatnagar (2005) mempelajari hubungan antara perilaku psikis pemberdayaan warga dalam organisasi, di antara para manajer India sektor TI mengungkapkan dan menunjukkan bahwa mereka cocok dengan pemberdayaan perilaku psikis anggota organisasi. Selain itu, penyebab pemberdayaan psikis perilaku anggota organisasi, penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Secara parsial, tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi menjiwai-efisiensi secara variabel perilaku anggota organisasi. Namun, ternyata karyawan mengerti perasaan yang baik dan efektivitas, mengekspresikan perilaku anggota organisasi.
Tore (2006) mempelajari hubungan antara perilaku warga organisasi dan kinerja organisasi. Dia memilih enam faktor sebagai faktor utama perilaku ekstra organisasi: kesadaran, pengabdian, kesetiaan, rasa hormat, toleransi dan kontribusi. Menurut uji Freedman, kesadaran karyawan dan toleransi mereka memiliki peringkat tertinggi serta terendah dalam organisasi berhasil dan gagal pada masing-masing.
Grassley et al. (2008) mempelajari makna pemberdayaan dalam pendapat karyawan melalui wawancara. Mereka menemukan bahwa karyawan yang tidak akrab dengan konsep ini. Meskipun sebagian besar karyawan tidak tahu arti pemberdayaan, mereka mampu menjelaskan konsep-konsep dalam pekerjaan mereka yang berkaitan dengan pemberdayaan. Misalnya, pengambilan keputusan, kemampuan dalam pekerjaan membantu mereka merasakan kebebasan. Selain itu, mereka cenderung diberdayakan oleh manajer sampai batas tertentu dan melalui metode yang berbeda.
Kakhaki, Ahmad (2007) mempelajari hubungan antara perilaku warga organisasi dan kinerja organisasi dari pelanggan. Bertentangan dengan harapan, hasilnya tidak mengkonfirmasi hubungan positif dan signifikan antara perilaku anggota organisasi dan faktor yang berhubungan dengan pelanggan setia itu. Dia menyebutkan dua alasan: dampak perilaku warga organisasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan pelanggan adalah loyalitas itu tidak sama dalam produk dan jangkauan layanan. Tingkat interaksi antara karyawan dan pelanggan di berbagai industri yang berbeda. Ini berarti bahwa tingkat dan sifat interaksi karyawan dalam beberapa sistem memiliki dampak lebih dari yang lain pada pelanggan persepsi mutu pelayanan. Dampak dari perilaku ekstra organisasi dan pelanggan faktor loyalitas itu pada karyawan organisasi yaitu pelayanan yang sangat lebih penting.
Berbagai aspek yang disebutkan untuk perilaku pemberdayaan anggota organisasi ada dalam literatur manajemen. Penelitian ini menyelidiki aspek model pemberdayaan (Zarei Matin, 2009) bersama dengan konsep perilaku warga organisasi. Model konseptual penelitian tersebut disajikan pada Gambar:
Hasil Temuan
Gambar 1: Model Konsep Penelitian
-GAMBAR KOSONG-
Metodologi
Keseluruhan statistik meliputi 434 karyawan di Universitas Qom, akademisi di Zona 1, 2, 3 dan 4. Keseluruhan statistik ini dibagi menjadi empat kelompok. Anggota masing-masing kelompok yang seragam, tetapi tidak ada keseragaman antar kelompok yang lengkap. Sembilan puluh sembilan sampel statistik yang dipilih melalui pengambilan sampel diklasifikasikan. Prediksi pada pemberdayaan perilaku anggota organisasi bervariasi kriterianya. Untuk mengukur pemberdayaan, kuesioner penelitiannya dirancang dan digunakan sesuai dengan literatur yang relevan. Ada dua puluh lima item kuesioner yang mencakup enam komponen dari variabel. Untuk mengukur perilaku anggota organisasi menggunakan Moorman and Black Lee kuesionernya (1998). Kuesioner ini meliputi dua puluh lima item. Dengan melompati barang serupa dan budaya berbasis variabel, kuesioner menurun menjadi sembilan belas item.
Validitas isi dikonfirmasi oleh polling para ahli seperti dosen universitas dan keandalan kuesioner diuji menggunakan Chronbach koefisien alpha[6].
Temuan
Untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, pertama koefisien korelasi Spearman dan kemudian uji korelasi Parsial digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Tetapi hubungan keterampilan komunikasi dan perilaku terhadap perilaku anggota organisasi yang signifikan.
Dengan menggunakan t-test, kesesuaian atau ketidak tepatan komponen pemberdayaan dan perilaku anggota organisasi dalam organisasi akademisi Universitas Qom ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Status komponen pemberdayaan perilaku anggota organisasi
Components |
Test statistics |
Freedom Degree |
Significance Level |
Average Difference |
95% Confidence Interval for Average Difference |
|
t |
Lower |
Upper |
||||
Expertise |
11.079 |
98 |
0 |
.75337 |
.6184 |
.8883 |
Courage in Practice |
20.659 |
98 |
0 |
1.7576 |
.9724 |
1.1791 |
Work Ethics |
40.023 |
98 |
0 |
1.59360 |
1.51146 |
1.6726 |
Communicational Skills |
23.706 |
98 |
0 |
1.17677 |
1.0783 |
1.2753 |
Thinking |
25.428 |
98 |
0 |
1.27020 |
1.1711 |
1.3693 |
Experience Gaining |
17.539 |
98 |
0 |
1.09764 |
.9734 |
1.2218 |
Empowerment |
31.038 |
98 |
0 |
1.16122 |
1.0870 |
1.2355 |
Interpersonal Help |
22.881 |
98 |
0 |
1.19444 |
1.0908 |
1.2980 |
Individual Innovation |
16.329 |
98 |
0 |
1.02694 |
.9021 |
1.1517 |
Honest Support |
9.579 |
98 |
0 |
.64444 |
.5109 |
.7779 |
Personal Hardworking |
23.822 |
98 |
0 |
1.20303 |
1.1028 |
1.3032 |
Organizational Citizenship Behavior |
22.654 |
98 |
0 |
1.01721 |
.9281 |
1.1063 |
Menurut Tabel 1, semua komponen pada tingkat signifikansi 0.000 dan kurang dari 0,05, dan kedua tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah yang positif. Oleh karena itu, status komponen ini dapat diterima. Untuk peringkat komponen perilaku pemberdayaan anggota organisasi, uji Freedman diterapkan. Tabel 2 menunjukkan peringkat komponen pemberdayaan dan Tabel 3 menunjukkan komponen perilaku anggota organisasi.
Tabel 2: komponen utama pemberdayaan
Priority |
components |
Average Rank |
1 |
Work Ethics |
5.98 |
2 |
Thinking |
4.46 |
2 |
Communicational Skills |
3.96 |
2 |
Experience Gaining |
3.8 |
2 |
Courage in Practice |
3.47 |
3 |
Expertise |
3.84 |
Tabel 3: Peringkat komponen perilaku anggota organisasi
Priority |
components |
Average rank |
1 |
Personal Hardworking |
3.76 |
1 |
Interpersonal Help |
3.52 |
2 |
Personal Innovation |
2.99 |
3 |
Honest Support |
1.9 |
Pembahasan dan Kesimpulan
Salah satu tujuan utama dari organisasi adalah menikmati karyawan diberdayakan oleh siapa, mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek melalui tujuan organisasi. Pemberdayaan karyawan dapat memiliki dampak positif pada aspek organisasi lainnya seperti komitmen, spiritualitas, kepuasan pelanggan, budaya organisasi, perilaku anggota organisasi, dan akhirnya produktivitas. Semua penelitian yang disebutkan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi. Oldham dan Hackman (1975) memperkenalkan perilaku anggota organisasi sebagai hasil kerja awal adalah pemberdayaan.
Cushman (1984) menunjukkan bahwa rasa kebermaknaan berkaitan dengan inovasi individu, dan rasa efektivitas berkaitan dengan dukungan yang jujur. Nykodym (1994) menemukan bahwa karyawan yang diberdayakan memiliki loyalitas organisasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara pemberdayaan perilaku anggota organisasi, bahwa kontribusi dalam pengambilan keputusan kemurahan hati berpengaruh, dan meningkatkan kepercayaan juga kebebasan yang mempengaruhi perilaku suportif, kemurahan hati serta anggapan sosial.
Watt dan Schaffer (2003) menunjukkan bahwa perasaan yang bermakna merupakan faktor utama untuk santun dan hormat, kompetensi merupakan faktor utama untuk kesadaran dan kebaikan hati, jiwa-organisasi merupakan faktor utama untuk bekerja, dan kesadaran merupakan dampak faktornya. Akhirnya, Sandhu dan Bhatnagar (2005) menyatakan bahwa para manajerlah yang merasa bahwa perilaku mental menunjukkan pemberdayaan anggota organisasi.
Sementara itu, hubungan antara perilaku pemberdayaan anggota organisasi pada pria lebih kuat dari pada wanita. Mereka menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik antara kompetensi dan self-efisiensi serta perilaku anggota organisasi. Namun, karyawan yang merasa bahwa kebenaran dan efektivitas menunjukkan perilaku anggota organisasi. Temuan dari penelitian ini bertentangan dengan temuan studi tersebut. Mungkin itu karena dalam penelitian ini hubungan antara dua variabel diperiksa sebagian dan dengan mengendalikan enam komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh uji korelasi parsial, dan populasi penelitian ini berbeda dari studi tersebut. Namun, ada hubungan antara perilaku anggota organisasi dan empat aspek pemberdayaan seperti keahlian, etos kerja, keterampilan komunikasional, dan berpikir mereka tidak signifikan.
Di sisi lain, nilai koefisien korelasi keterampilan komunikatif serta perilaku anggota organisasi lebih besar dari aspek-aspek lain dari perilaku ekstra pemberdayaan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan perilaku komunikasional berhubungan dengan perilaku anggota organisasi lebih dekat dari tiga aspek lainnya. Oleh karena itu, maka akan diperlukan bagi para manajer untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengembangkan keterampilan tersebut antara staf mereka jika mereka ingin meningkatkan perilaku anggota organisasi.
Jadi berdasarkan mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dan perilaku anggota organisasi, disarankan untuk top manajer dan pejabat pemegang saham meningkatkan keterampilan komunikasi guna meningkatkan perilaku anggota organisasi yang akhirnya juga untuk mencapai pengembangan kinerja dan tujuan organisasi.
Rujukan
Ahearn, Michael J. (2000). An Examination of the Effects of Leadership Empowerment Behaviors and Organizational Citizenship Behaviors on Sales Team Performance. faculty of the university graduate school, Indiana University.
Alvani, S. M. (2000). General Management. Tehran: Nay Publications.
Cushman, J. W. (2000). Empowerment and the Moderating Effect on Organizational Citizenship Behaviors on Ppersonal Hygiene Ppractices in the Food Service Iindustry. A Dissertation for Kansas University.
Grassley, K., Bryman, A., Dainty, A., Price, A., Naismith, N., & Soetanto, R. (2008). Understanding Empowerment from an Employee Perspective. Team Performance Management, 14(1/2).
Kakhaki, A., & Gholipour, A. (2007). Organizational Citizenship Behavior: Another Step toward Organizational Performance Improvement against Customer. Trading Research Quarterly, 45.
Nykodym, Nick (1994). Employee Empowerment. Empowerment in Organization, 2(3).
San‟ati, Zeinab. (2007). Studying the Relationship between In-Service Training and Employee empowerment. Management Culture Journal, 16.
Sandhu, S., Bhatnagar, J., & et al. (2005). Psychological Empowerment and Organizational Citizenship Behavior in IT Managers: A Talent Retention Tool, Indian Journal of Industrial Relations, 40(4).
Tore, N. (2006). Recognizing the Factors of Organizational Citizenship Behavior and its Relation to Organizational Performance.Management Culture, 12.
Watt, D., & Shaffer, M. A. (2003). Equity and relationship quality influences on organizational citizenship behavior. Personal Review, 34(4).
Yagil, D. (2006). The Relationship of Service Provider Power Motivation, Empowerment and Burnout to Customer Satisfaction. International Journal of Service Industry Management, 17(3).
Yoon, C. (2009). The Effects of Organizational Citizenship Behavior on ERP System Success. Computer in Human Behavior, Elsevier.
Zarei Matin, H. (2009). Advanced Organizational Behavior Management. Tehran: Agah Publications.
[1] Chronbach koefisien alpha: Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrument, Cronbach's Alpha biasa digunakan sebagai tool statistik untuk uji reliabilitas. Cronbach's (alpha) is a coefficient of internal consistency. It is commonly used as an estimate of the reliability of a psychometric test for a sample of examinees. Wikepedia, The Free Encyclopedia, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Cronbach's_alpha, diakses pada 02 Jan 2013.
[2] Paul Hersey, Ken Blancard, 1982. Management of Organizational Behavior, Prentice Hall, USA.
[3] Kenneth W. Thomas and Betty A. Velthouse, 1990," Cognitive Elements of Empowerment: An Intrepetive Model of Intrinsic Task Motivation ", Academy of Management Review ,Vo1.15, pp 666 – 681.
[4] Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in Organizations, Fisher College of Bussiness The Ohio State University, Pearson Prentce Hall, 2005.
[5] Provinsi Qom (Persia: استان قم) merupakan satu dari 30 provinsi di Iran. Provinsi ini terletak di bagian tengah di negara itu. Ibu kotanya ialah Qom. Provinsi ini memiliki luas wilayah 11.526 km² dengan memiliki jumlah penduduk 1.064.456 jiwa (data th 2005). Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Qom, diakses pada kamis, 10 Jan 2013.
Perhatikan secara detail mulai dari: Cover, Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I, Bab II, Bab III dan Penutup. kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan atau penyusunan makalah baik makalah-individu maupun per-kelompok adalah;
Dan yang benar dalam sistematika makalah adalah:
PERHATIKAN TITIK, KOMA, SPASI, JARAK, JENIS HURUF, BESAR KECIL HURUF PADA FOOTNOTE DAN DAFTAR PUSTAKA !!!
Nikah Mut’ah, Halal atau Haram?Salah satu masalah fikih yang diperselisihkan antara pengikut Ahlulbait (Syiah) dan Ahlusunnah adalah hukum nikah Mut’ah. Tentang masalah ini ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, berikut ini akan kita bahas bersama.
Pertama: Defenisi Nikah Mut’ah.
Kedua: Tentang ditetapkannya mut’ah dalam syari’at Islam.
Ketiga: Tidak adanya hukum baru yang me-mansukh-kannya.
Keempat: Hadis-hadis yang menegaskan disyari’atkannya.
Kelima: Bukti-bukti bahwa Khalifah Umar-lah yang mengharamkannya.
Definisi Nikah Mut’ah:
Ketika menafsirkan ayat 24 surah al-Nisa’-seperti akan disebutkan di bawah nanti, Al-Khazin (salah seorang Mufasir Sunni) menjelaskan difinisi nikah mut’ah sebagai berikut, “Dan menurut sebagian kaum (ulama) yang dimaksud dengan hukum yang terkandung dalam ayat ini ialah nikah mut’ah yaitu seorang pria menikahi seorang wanita sampai jangka waktu tertentu dengan memberikan mahar sesuatu tertentu, dan jika waktunya telah habis maka wanita itu terpisah dari pria itu dengan tanpa talaq (cerai), dan ia (wanita itu) harus beristibrâ’ (menanti masa iddahnya selasai dengan memastikan kesuciaannya dan tidak adanya janin dalam kandungannya_pen), dan tidak ada hak waris antara keduannya. Nikah ini boleh/halal di awal masa Islam kemudian diharamkan oleh Rasulullah saw.” [1] Dan nikah Mut’ah dalam pandangan para pengikut Ahlulbait as. adalah seperti difinisi di atas.
Nikah Mut’ah Telah Disyari’atkan
Dalam masalah ini telah disepakati bahwa nikah mut’ah telah disyari’atkan dalam Islam, seperti juga halnya dengan nikah daa’im (permanen). Semua kaum Muslim dari berbagai mazhab dan aliran tanpa terkecuali telah sepakat bahwa nikah Mut’ah telah ditetapkan dan disyari’atkan dalam Islam. Bahkan hal itu dapat digolongkan hal dharuruyyat minaddin (yang gamblang dalam agama). Alqur’an dan sunah telah menegaskan disyari’atkannya nikah Mut’ah. Hanya saja terjadi perbedaan pendapat tentang apakah ia kemudian dimansukhkan atau tidak?
Al-Maziri seperti dikutip al-Nawawi mengatakan, “Telah tetap (terbukti) bahwa nikah Mut’ah adalah boleh hukumnya di awal Islam… .” [2] Ketika menjelaskan sub bab yang ditulis Imam Bukhari: Bab Nahyu an-Nabi saw. ‘an Nikah al-Mut’ah Akhiran (Bab tentang larangan Nabi saw. akan nikah mut’ah pada akhirnya).
Ibnu Hajar mendifinisikan nikah mut’ah, “Nikah mut’ah ialah menikahi wanita sampai waktu tertentu, maka jika waktu itu habis terjadilah perpisahan, dan difahami dari kata-kata Bukhari akhiran (pada akhirnya) bahwa ia sebelumnya mubaah, boleh dan sesungguhnya larangan itu terjadi pada akhir urusan.” [3]
Al-Syaukani juga menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah pernah diperbolehkan dan disyari’atkan dalam Islam, sebelum kemudian, katanya dilarang oleh Nabi saw., ia berkata, “Jumhur ulama berpendapat sesungguhnya yang dimaksud dengan ayat ini ialah nikah mut’ah yang berlaku di awal masa Islam. Pendapat ini dikuatkan oleh qira’at Ubai ibn Ka’ab, Ibnu Abbas dan Said ibn Jubair dengan tambahan إلَى أَجَلٍ مُسَمَّى (sampai jangka waktu tertentu) [4]
Ibnu Katsir menegaskan, “Dan keumuman ayat ini dijadikan dalil nikah mut’ah, dan tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya nikah mut’ah itu ditetapkan dalam syari’at pada awal Islam, kemudian setelah itu dimansukhkan… .” [5]
Ayat Tentang Disyari’atkannya Nikah Mut’ah
Salah satu ayat yang tegas menyebut nikah bentuk itu seperti telah disinggung di atas ialah firman Allah SWT.
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوْهُنَّأُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً … (النساء:24
“Maka wanita-wanita yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka upah (mahar)nya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban…” (QS:4;24)
Ayat di atas mengatakan bahwa wanita-wanita yang telah kamu nikahi dengan nikah mut’ah dan telah kamu gauli maka berikanlah kepada mereka itu mahar secara sempurna. Kata اسْتَمْتَعْتُمْ berartikan nikah mut’ah yaitu nikah berjangka waktu tertentu sesuai kesepakatan antara kedua pasangan calon suami istri. Dan dipilihnya kata tersebut disebabkan nikah mut’ah memberikan kesenangan, kenikmatan dan manfaat.
Dalam bahasa Arab kata mut’ah juga diartikan setiap sesuatu yang bermanfaat, kata kerja istamta’a artinya mengambil manfaat [6]
Para sahabat telah memahami ayat di atas sebagai ayat yang menegaskan disyari’atkannya nikah tersebut, sebagian sahabat dan ulama tabi’in seperti Abdullah ibn Mas’ud, Ibnu Abbas, Said ibn Jubari, Mujahid dan as Suddi membacanya:
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ – إلَى أَجَلٍ مُسَمَّى- فَآتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
dengan memberi tambahan kata إلَى أَجَلٍ مُسَمَّى (sampai jangka waktu tertentu). Bacaan tesebut tentunya sebagai sekedar penjelasan dan tafsir, bukan dengan maksud bahwa ia dari firman Allah SWT. Bacaan mereka tersebut dinukil oleh para ulama besar Ahlusunah seperti Ibnu Jarir al-Thabari, Al-Razi, al-Zamakhsyari, Al-Syaukani dan lainnya yang tidak mungkin saya sebut satu persatu nama-nama mereka. Qadhi Iyaadh seperti dikutip al-Maziri, sebagaimana disebutkan Al Nawawi dalam syarah Shahih Muslim, awal Bab Nikah Mut’ah bahwa Ibnu Mas’ud membacanya dengan tambahan tersebut. Jumhur para ulama pun, seperti telah Anda baca dari keterangan Al-Syaukani, memehami ayat tersebut sebagai yang menegaskan disyari’atkannya nikah mut’ah.
Catatan:
Perlu Anda cermati di sini bahwa dalam ayat di atas Allah SWT berfirman menerangkan apa yang dipraktikkan kaum Muslim dari kalangan sahabat-sabahat Nabi suci saw. dan membimbing mereka akan apa yang harus mereka lakukan dalam praktik yang sedang mereka kerjakan. Allah SWT menggunakan kata kerja bentuk lampau untuk menunjuk apa yang telah mereka kerjakan: اسْتَمْتَعْتُمْ, dan ia bukti kuat bahwa para sahabat itu telah mempraktikan nikah mut’ah. Ayat di atas sebenarnya tidak sedang menetapkan sebuah hukum baru, akan tetapi ia sedang membenarkan dan memberikan bimbingan tentang apa yang harus mereka lakukan dalam bermut’ah. Bukti lain bahwa ayat di atas sedang menerangkan hukum nikah mut’ah ialah bahwa para ulama Sunni mengatakan bahwa hukum dalam ayat tersebut telah dimansukhkan oleh beberapa ayat, seperti akan disinggung nanti. Itu artintya mereka mengakui bahwa ayat di atas tegas-tegas menerangkan hukum nikah Mut’ah!
Klaim Pe-mansukh-an Hukum Nikah Mut’ah Dalam Al qur’an
Ketegasan ayat diatas adalah hal yang tidak disangsikan oleh para ulama dan ahli tafsir. Oleh sebab itu mereka mengatakan bahwa hukum itu walaupun telah disyari’atkan dalam ayat tersebut di atas, akan tetapi ia telah dimansukhkan oleh beberapa ayat. Para ulama’ Sunni telah menyebutkan beberapa ayat yang dalam hemat mereka sebagai ayat naasikhah (yang memasukhkan) ayat Mut’ah. Di bawah ini akan saya sebutkan ayat-ayat tersebut.
Ayat Pertama:
Firman Allah SWT:
و الذين هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حافِظُونَ إلاَّ علىَ أَزْواجِهِمْ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُمْ، فَإِنَّهُمْ غيرُ مَلُوْمِيْنَ. (المؤمنون:5-6
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal yang tiada tercela.” (QS:23;5-6) Keterangan Ayat:
Dalam pandangan mereka ayat di atas menerangkan bahwa dibolehkan/ dihalalkanya menggauli seorang wanita karena dua sebab; pertama, hubungan pernikahan (permanen).Kedua, kepemilikan budak.
Sementara itu kata mereka wanita yang dinikahi dengan akad Mut’ah, bukan bukan seorang istri.
Tanggapan:
Pertama-tama yang perlu difahami ialah bahwa mut’ah adalah sebuah ikatan pernikahan dan perkawinan, baik dari sudut pandang bahasa, tafsir ayat maupun syari’at, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Jadi ia sebenarnya dalam keumuman ayat di atas yang diasumsikan sebagai pemansukh, tidak ada alasan yang membenarkan dikeluarkannya dari keumuman tersebut. Kata Azwaajihim dalam ayat di atas mencakup istri yang dinikahi baik dengan akad nikah daim (permanent) maupun akad nikah Mut’ah.
Kedua, selain itu ayat 5-6 Surah Mu’minun (sebagai pemansukh) berstatus Makkiyah (turun sebelum Hijrah) sementara ayat hukum Mut’ah (ayat 24 surah al-Nisa’) berstatus Madaniyah (turun setelah Hijrah). Lalu bagaimana mungkin ayat Makkiyah yang turun sebelum ayat Madaniyah dapat memansukhkannya?! Ayat yang memansukh turun lebih dahulu dari ayat yang sedang dimansukhkan hukumnya. Mungkinkah itu?!
Ketiga, Tetap diberlakukannya hukum nikah Mut’ah adalah hal pasti, seperti telah ditegaskan oleh para ulama Sunni sendiri. Az- zamakhsyari menukil Ibnu Abbas ra.sebagai mengatakan, “Sesungguhnya ayat Mut’ah itu muhkam (tidak mansukh)”. Pernyataan yang sama juga datang dari Ibnu Uyainah.
Keempat, Para imam Ahlubait as. menegaskan bahwa hukum yang terkandung dalam ayat tersebut tetap berlaku, tidak mansukh.
Kelima, Ayat 5-6 Surah Mu’minun sedang berbicara tentang hukum nikah permanen dibanding tindakan-tindakan yang diharamkan dalam Syari’at Islam, seperti perzinahan, liwath (homo) atau kekejian lain. Ia tidak sedang berbicara tentang nikah Mut’ah, sehingga diasumsikan adanya saling bertentangan antara keduanya.
Adapun anggapan bahwa seorang wanita yang dinikahi dengan nikah Mut’ah itu bukan berstatus sebagai isrti, zawjah, maka anggapan itu tidak benar. Sebab:
Perhatikan ayat 25 surah An Nisaa’, ayat 50 surah Al Ahzaab (33) dan ayat 10 surah Al Mumtahanah (60). Pada ayat-ayat di atas kata أُجُوْرَهُنَّ diartikan mahar.
Ayat Kedua dan Ketiga:
Allah SWT berfirman:
وَلَكُمْ نِصْفُ ما تَرَكَ أَزْواجُكُمْ. (النساء:12
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu.” (QS:3;12)
Danوَ إِذا طَلَّقْتُمُ النِساءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ. (الطلاق:1
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaknya kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).” (QS65;1)
Keterangan:
Ringkas syubhat mereka dalam masalah ini ialah bahwa seorang istri itu dapat mewarisi suaminya, dan dapat diceraikan dan baginya hak mendapatkan nafkah dari suami. Semua ini adalah konsekuensi ikatan tali pernikahan. Sementara itu, dalam kawin Mut’ah hal itu tidak ada, seorang istri tidak mewarisi suaminya, dan hubungan itu berakhir dengan tanpa talak/tidak melalui proses penceraian, dan tiada atas suami kewajiban nafkah. Maka dengan memperhatikan ini semua Mut’ah tidak dapat disebut sebagai akad nikah, dan wanita itu bukanlah seorang istri!
Tanggapan Atas Syubhat di Atas
5. Adapun anggapan karena ia tidak harus melakukan iddah (menanti janggak waktu tertentu sehingga dipastikan ia tidak sedang hamil dari suami sebelumnya = tiga kali masa haidh) maka ia bukan seorang istri. anggapan ini adalah salah, dan sekedar isu palsu, sebab seorang wanita yang telah berakhir jangka waktu nikah Mut’ah yang telah ditentukan dan disepakati oleh keduanya, ia tetap wajib menjalani proses iddah. Dalam fikih Syi’ah para fuqaha’ Syi’ah menfatwakan bahwa masa iddah atasnya adalah dua kali masa haidh.
6. Adapun anggapan bahwa ia bukan seorang istri sebab ia berpisah dengan suaminya tanpa melalui proses perceraian, sementara dalam Al qur’an ditetapkan hukum perceraian bagi suami istri yang hendak berpisah. Maka hal itu tidak benar, sebab:
Dalil Sunnah
Adapun bukti dari sunnah Nabi saw. bahwa nikah mut’ah pernah disyari’atkan dalam Islam dan tidak pernah dimansukhkan oleh sesuatu apapun adalah banyak sekali, di antaranya ialah apa yang diriwayatkan “Imraan ibn Hushain” yang menegaskan bahwa ayat di atas turun berkaitan dengan hukum nikah mut’ah dan ia tetap, muhkam (berlaku) tidak dimansukhkan oleh sesuatu apapun sampai Umar mengharamkannya. Selain riwayat dari “Imraan ibn Hushain”, sahabat-sabahat lain seperti Jabir ibn Abdillah, Salamah ibn al-Akwa’, Abdullah ibn Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Akwa’ ibn Abdullah, seperti diriwayatkan hadis-hadis mereka oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan juga Imam Muslim dalam Shahihnya juga menegaskan disyari’atkannya nikah mut’ah. Al-hasil, hadis tentang pernah disyari’atkannya bahkan masih tetap dihalalkannya nikah mut’ah banyak sekali dalam buku-buku hadis andalan Ahlusunah.
Hukum Nikah Mut’ah Tidak Pernah Dimansukhkan
Para Imam suci Ahlubait as., dan tentunya juga para pengikut setia mereka (Syi’ah Imamiyah) meyakini bahwa nikah mut’ah masih tetap disyari’atkan oleh Islam dan ia halal sampai hari kiamat tiba, tidak ada sesuatu apapun yang menggugurkan hukum dihalalkannya.
Dan seperti telah Anda baca sebelumnya bahwa nikah mut’ah pernah disyari’atkan Islam; Alqur’an turun untuk membenarkan praktik nikah tersebut, Nabi saw. mengizinkan para sahabat beliau melakukannya, dan beliau juga memerintahkan juru penyampai untuk mengumandangkan dibelohkannya praktik nikah mut’ah. Jadi atas yang mengaku bahwa hukum nikah mut’ah yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya itu sekarang dilarang, maka ia harus mengajukan bukti.
Sementara itu, seperti akan Anda saksikan nanti, bahwa klaim adanya pengguguran (pe-mansuk-han) hukum tersebut adalah tidak berdasar dan tidak benar, ayat-ayat Alqur’an yang kata mereka sebagai pemansukh ayat mut’ah tidak tepat sasaran dan hanya sekedar salah tafsir dari mereka, sedangkan hadis-hadis yang mereka ajukan sebagai bukti adanya larangan juga centang perentang, saling kontradiksi, di samping banyak darinya yang tidak sahih. Di bawah ini akan saya sebutkan beberapa hadis yang tegas-tegas mengatakan bahwa nikah mut’ah adalah halal dan tidak pernah ada hukum Allah SWT yang mengharamannya.
Hadis Pertama: Hadis Abdullah ibn Mas’ud
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Qais ibn Abi Hazim ia mendengar Abdullah ibn Mas’ud ra. berkata:
“Kami berperang keluar kota bersama Rasulullah saw., ketika itu kami tidak bersama wanita-wanita, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami mengebiri diri?”, maka beliau melarang kami melakukannya lalu beliau mengizinkan kami mengawini seorang wanita dengan mahar (emas kawin) bitstsaub, sebuah baju. Setelah itu Abdullah membacakan ayat:
يَا أَيُّها الذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّباتِ ما أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ وَ لاَ تَعْتَدُوا، إِنَّ اللهَ لا يُحِبُّ المعْتَدِيِنَ.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan jangan kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(QS:5;87)“
Hadis di atas dapat Anda temukan dalam:
Shahih Bukhari:
– Kitabut tafsir, bab Qauluhu Ta’ala يَا أَيُّها الذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّباتِ ما أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ . xxxx [7]
– Kitabun Nikah, Bab Ma Yukrahu minat Tabattul wal Khashbaa’. [8]
Shahih Muslim:
Kitabun Nikah, bab Ma Ja’a fi Nikah al-Mut’ah [9]
Ketika menerangkan hadis di atas, Ibnu Hajar dan al-Nawawi mengatakan:
“kata-kata ‘beliau mengizinkan kami mengawini seorang wanita dengan mahar (emas kawin) sebuah baju’ sampai jangka waktu tertentu dalam nikah mut’ah… .” Ia juga mengatakan bahwa pembacaan ayat tersebut oleh Ibnu Mas’ud adalah isyarat kuat bahwa beliau meyakni dibolehkannya nikah mut’ah, seperti juga Ibnu Abbas.
Hadis Kedua: Hadis Jabir Ibn Abdillah dan Salamah ibn al-Akwa’ ra.
Hadis di atas dapat Anda baca dalam:
Shahih Bukhari: Kitabun Nikah, bab Nahyu Rasulillah saw ‘An-Nikah al-Mut’ah ‘Akhiran. [10]
Shahih Muslim: Kitabun Nikah, bab Nikah al-Mut’ah. [11]
Jabir ibn Abdillah dan Salamah ibn al-Akwa’: Sesungguhnya Rasulullah saw. datang menemui kami dan mengizinkan kami untuk bermut’ah. [12]
Hadis Ketiga: Hadis Jabir ibn Abdillah:
Ibnu Jakfari berkata:
Jelaslah bahwa maksud Jabir dengan ucapannya bahwa “Kami bermut’ah di masa Rasulullah…”, “Kami melakukannya bersama Rasululah saw” bukanlah bahwa saya sendirian melakukannya hanya sekali saja, akan tetapi ia hendak menjelaskan bahwa kami (saya dan rekan-rekan sahabat Nabi saw.) melakukannya banyak kali, dan dengan sepengetahuan Nabi saw., beliau membenarkannya dan tidak melarangnya sampai beliau dipanggil Allah SWT ke alam baqa’. Dan ini adalah bukti kuat bahwa tidak pernah ada pengharaman dari Allah dan Rasul-Nya, nikah mut’ah tetap halal hingga hari kiamat, sebab “halalnya Muhammad saw. adalah halal hingga hari kiamat dan haramnya Muhammad adalah haram hingga hari kiamat”, kecuali jika kita meyakini bahwa ada nabi baru setelah Nabi Muhammad saw dan ada wahyu baru yang diturunkan Jibril as. setelah sempurnanya agama Islam.
Adapun arahan sebagian ulama, seperti al-Nawawi yang mengatakan bahwa para sahabat mulia itu mempraktikan nikah mut’ah di masa hidup Nabi saw. dan juga di masa kekhalifahan Abu Bakar dan beberapa tahun masa kekhalifahan Umar itu dikarenakan mereka belum mengetahui pemansukhan hukum tersebut, adalah ucapan tidak berdasar, sebab bagaimana mungkin pemansukhan itu samar atas para sahabat itu -dan tidak jarang dari mereka yang dekat persahabatannya dengan Nabi saw.-, sementara pemansukhan itu diketahui oleh sahabat-sabahat “cilik” seperti Abdullah ibn Zubair atau yang lainnya?!
Bagaimana mungkin juga hukum pengharaman mut’ah itu juga tidak diketahui oleh Khalifah Umar, sehingga ia membiarkan praktik nikah mut’ah para sabahat, dan baru sampai kepadanya berita pemansukhan itu di masa akhir kekhalifahannya?! Ketika menerangkan ucapan Jabir, “sampai Umar melarangnya”, Al-Nawawi berkata, “Yaitu ketika sampai kepadanya berita pemansukhan.”[16]
Selain itu jelas sekali dari ucapan Jabir bahwa ia menisbatkan pengharaman/ larangan itu kepada Umar “sampai Umar melarangnya kerena kasus Amr ibn Huraits”. Jadi larangan itu bukan datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya, ia datang dari Khalifah Umar dalam kasus Amr ibn Huraits. Umar sendiri seperti telah Anda baca dalam pidatonya menegakan bahwa dua jenis mut’ah itu ada di masa Rasululah saww. dan beliau menghalalkannya, namun ia (Umar) melarangnya!
Coba Anda perhatikan hadis di bawah ini: Al-Baihaqi meriwayatkan dalam as-Sunan al-Kubranya dari Abu Nadhrah dari Jabir ra.:
saya (Abu Nadhrah) berkata, ” Sesungguhnya Ibnu Zubair melarang mut’ah dan Ibnu Abbas memerintahkannya”. Maka jabir berkata, “Di tangan sayalah hadis ini berputar, kami bermut’ah bersama Rasulullah saw. dan Abu Bakar ra. dan ketika Umar menjabat sebagai Khalifah ia berpidato di hadapan orang-orang, “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Rasulullah saw. adalah Rasul utusan Allah, dan Alqur’an adalah Alqur’an ini. Dan sesungguhnya ada dua jenis mut’ah yang berlaku di masa Rasulullah saw., tapi aku melarang keduanya dan memberlakukan sanksi atas keduanya, salah satunya adalah nikah mut’ah, dan saya tidak menemukan seseorang yang menikahi wanita dengan jangka tertentu kecuali saya lenyapkan dengan bebatuan. Dan kedua adalah haji tamattu’, maka pisahkan pelaksanaan haji dari umrah kamu karena sesungguhnya itu lebih sempurna buat haji dan umrah kamu.” [17]
Dan selain hadis yang telah disebutkan di atas masih banyak hadis-hadis lain yang sengaja saya tinggalkan, sebab apa yang telah disebut sudah cukup mewakili.
Dan kini mari kita meyimak hadis-hadis yang mengharamkan nikah Mut’ah.
Riwayat-riwayat Pengharaman Nikah Mut’ah
Setelah kita simak sekelumit hadis yang menerangkan tetap berlakunya hukum kehalalan nikah mut’ah, maka sekarang kami akan mencoba menyajikan beberapa hadis terkuat yang dijadikan hujjah oleh mereka yang meyaniki bahwa hukum halalnya nikah mut’ah telah dimansukhkan.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa kasus pengharaman nikah mut’ah -dalam pandangan yang mengharamnkan- adalah terbilang kasus aneh yang tidak pernah dialami oleh satu hukum Islam lainnya, yaitu dihalalkan kemudian diharamkan, kemudian dihalalkan dan kemudian diharamkan lagi. Dan sebagiannya hanya berlangsung beberapa hari saja. [18]
Imam Muslim dalam kitab Shahihnya menulis sebuah judul, “Bab Nikah-ul Mut’ah wa Bayaanu ‘Annahu Ubiiha Tsumma Nusikha Tsumma Ubiiha Tsumma Nusikha wa istaqarra Tahriimuhu Ila yaumil Qiyamah (Bab tentang Nikah mut’ah dan keterangan bahwa ia dibolehkan kemudian dimansukkan kemudian dibolehkan kemudian di mansukhkan dan tetaplah pengharaman hingga hari kiamat)”.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir mengatakan, “Imam Syafi’i dan sekelompok ulama berpendapat bahwa nikah mut’ah dibolehkan kemudian dimansukhkan kemudian dibolehkan kemudian dimansukhkan, dua kali.” [19]
Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan:
“Masalah kesepuluh: para ulama berselisih pendapat berapa kali ia dibolehkan dan mansukhkan… ia mengatakan bahwa mut’ah pada awalnya dilarang kemudian dibolehkan kemudian Nabi melarang pada perang Khaibar kemudian mengizinkan lagi pada fathu Makkah kemudian mengharamkannya setelah tiga hari berlaku dan ia haram hingga hari kiamat. Ibnu al-Arabi berkata: “Adapun nikah mut’ah ia termasuk hukum syari’at yang aneh sebab ia dibolehkan pada awal masa Islam kemudian diharamkan pada perang Khaibar kemudian dibolehkan pada perang Awthas kemudian di haramkan setelah itu dan tetaplah pengharaman, dan tidak ada yang menyamainya kecuali masalah kiblat… ulama lain yang telah merangkum hadis-hadis masalah ini mengatakan ia meniscayakan adanya penghalalan dan pengharaman sebanyak tujuh kali…”. [20]
Kemudian ia menyebutkan tujuh peristiwa dan kesempatan penghalalan dan pengharaman nikah mut’ah tersebut yang terbilang aneh yang tetuntunya mengundang kecurigaan akan kebenarnnya itu. Sebab kesimpulan ini diambil sebenarnya karena mereka menerima sekelompok hadis yang mengharamkan nikah tersebut, sementara hadis-hadis itu tidak sepakat dalam menyebutkan waktu ditetapkannya pengharaman, akaibatnya harus dikatakan bahwa ia terjadi bebarapa kali. Hadis-hadis tentangnya dapat kita kelompokkan dalam dua klasifikasi global,
pertama, hadis-hadis yang dipandang lemah dan cacat baik sanad maupun matannya oleh para pakar dan ulama Ahlusunnah sendiri. Hadis-hadis kelompok ini tidak akan saya sebutkan dalam kajian kali ini, sebab pencacatan para pakar itu sudah cukup dan tidak perlu lagi tambahan apapun dari saya, dan sekaligus sebagai penghematan ruang dan pikiran serta beban penelitian yang harus dipikul.
Kedua, hadis-hadis yang disahihkan oleh para ulama Ahlusunnah, namun pada dasarnya ia tidak sahih, ia lemah bahkan sangat kuat kemungkinan ia diproduksi belakangan oleh para sukarelawan demi mencari “keridhaan Allah SWT”, hasbatan, untuk mendukung dan membenarkan kebijakan para khulafa’.
Dan untuk membuktikan hal itu saya perlu melakukan uji kualitas kesahihan hadis sesuai dengan kaidah-kaidah yang dirancang para pakar dan ulama.
Hadis Pertama:
Dalam Shahih Muslim, Sunan al-Nasa’i, al-Baihaqi dan Mushannaf Abdir Razzaq, (dan teks yang saya sebutkan dari Mushannaf) dari Ibnu Syihab al-Zuhri, dari Abdullah dan Hasan keduanya putra Muhammad ibn Ali (Hanafiyah) dari ayah mereka, bahwa ia mendengar Ali berkata kepada Ibnu Abbas, “Sesungguhnya kamu benar-benar seorang yang taaih (bingung dan menyimpang dari jalan mustaqiim), sesungguhnya Rasulullah saw. telah melarangnya (nikah mut’ah) pada hari peperangan Khaibar dan juga mengharamkan daging keledai jinak.” [21]
Hadis di atas dengan sanad yang sama dan sedikit perbedaan dalam redaksinya dapat Anda jumpai dalam Shahih Bukhari, Sunan Abu Daud, Ibnu Majah, al-Turmudzi, al-Darimi, Muwaththa’ Imam Malik, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Musnad Ahmad dan al-Thayalisi dll.[22]
Hadis kedua:
Para muhaddis meriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghiffari ra. bahwa ia berkata:
“Sesungguhnya nikah mut’ah itu hanya dihalalkan khusus untuk kami para sahabat Rasulullah saw. untuk jangka waktu tiga hari saja kemudian setelahnya Rasulullah saw. melarangnya.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Itu dibolehkan karena rasa takut kita dan karena kita sedang berperang.” [23]
Hadis Ketiga:
Dalam Shahih Muslim, Sunan al-Darimi, Ibnu Majah, Abu Daud, dan lainnya (redaksi yang saya sebutkan ini dari Muslim) dari Saburah al-Juhani, sesungguhnya ia berperang bersama Rasulullah saw. menaklukkan kota Mekkah. Ia berkata,
“Kami tinggal selama lima belas hari (tiga puluh malam dan siang), maka Rasulullah saw. mengizinkan kami menikahi wanita dengan nikah mut’ah. Lalu saya dan seseorang dari kaumku keluar, dan aku memiliki kelebihan ketampanan di banding dia, ia sedikit jelek, masing-masing kami membawa selimut, selimutku agak jelek adapun selimut miliknya baru, sampailah kami dibawah lembah Mekkah atau di atasnya, kami berjumpa dengan seorang wanita tinggi semanpai dan lincah, kami berkata kepadanya, “Apakah Anda sudi menikah mut’ah dengan salah seeoarng dari kami?” wanita itu bertanya, “Apa yang akan kalian berikan sebagai mahar?”. Maka masing-masing dari kami membeberkan selimutnya, wanita itu memperhatikan kami, dan ia melihat bahwa temanku memperhatikan dirinya dari kaki hingga ujung kepala, temanku berkata, “Selimut orang ini jelek sedangkan selimutku baru”. Kemudian wanita itu megatakan, “Selimut orang itu lumayan. Ia ucapkan dua atau tiga kali. Kemudian saya menikahinya dengan nikah mut’ah, dan aku belum menyelesaikan jangka waktuku melainkan Rasululah saw. telah mengharamkannya. [24]
Dalam riwayat lain: Rasulullah saw. bersabda, “Hai manusia! Sesungguhnya aku telah mengizinkan kalian bermut’ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sekarang hingga hari kiamat.” [25]
Dalam riwayat lain: “Aku menyaksikan Rasulullah berdiri diantara rukun dan maqam (dua sudut ka’bah) sambil bersabda…. (seperti sabda di atas)”. [26]
Dalam riwayat lain: “Rasululah memerintah kami bermut’ah pada tahun penaklukan kota Mekkah ketika kami memasuki kota tersebut, kemudian kami tidak keluar darinya melainkan beliau telah melarangnya”. [27]
Dalam riwayat lain: “Aku benar-benar telah bermut’ah di masa Rasulullah saw. dengan seorang wanita dari suku bani ‘Amir dengan mahar dua helai selimut berwarna merah kemudian Rasulullah saw. melarang kami bermut’ah”. [28]
Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang nikah mut’ah pada Fathu Makkah”. [29]
Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang mut’ah, beliau bersabda, “Sesungguhnya ia haram sejak hari ini hingga hari kiamat”. [30]
Dalam Sunan Abu Daud, al-Baihaqi dan lainnya diriwayatkan dari Rabi’ ibn Saburah, ia berkata, “Aku bersaksi atas ayahku bahwa ia menyampaikan hadis bahwa Rasulullah saw. melarang nikah mut’ah pada haji wada“. [31]
Dalam riwayat lain: “Rasulullah saw. melarang nikah mut’ah pada fathu Mekkah”. [32]
Hadis Keempat:
Dalam Shahih Muslim, Mushannaf Ibn Abi Syaibah, Musnad Ahmad dan lainya (dan redaksi yang saya kutip adalah dari Muslim) diriwayatkan dari Salamah ibn al-Akwa’, ia berkata, “Rasulullah saw. mengizinkan pada tahun perang Awthas untuk bermut’ah selama tiga hari kemudian beliau melarangnya.” [33] Awthas adalah lembah di kota Thaif. Dan perlu Anda ketahui bahwa peristiwa Awthas terjadi beberapa bulan setelah fathu Mekkah, walaupun dalam tahun yang sama. [34]
Inilah beberapa hadis yang menjadi andalah dan sandaran terkuat pengharaman nikah mut’ah oleh Nabi saw. dan saya berusaha meriwayatkannya dari sumber-sumber terpercaya. Dan kini mari kita telaah hadis-hadis di atas tersebut.
Tentang hadis Imam Ali as. Ada pun tentang hadis Imam Ali as. yang diriwayatkan Zuhri melalui dua cucu Imam Ali as.; Abdullah dan Hasan putra Muhammad ibn Ali as. yang mendapat sambutan luar biasa sehingga hampir semua kitab [35] hadis berebut “hak paten” dalam meriwayatkannya, -tidak seperti biasanya dimana kitab- kitab itu kurang antusias dalam meriwayatkan hadis-hadis dari beliau as. dan tidak memberikan porsi layak bagi hadis-adis Imam Ali as. seperti porsi yang diberikan kepada riwayat-riwayat para sahabat yang berseberangan dengan beliau dan yang diandalkan oleh para penentang Ali as. dan Ahlulbait Nabi saw.-.
Adapun tentang hadis Imam Ali di atas maka ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentangnya.
Pertama,
ia dari riwayat Zuhri, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab Az Zuhri lahir pada tahun 58 H dan wafat tahun 124H. Ia dekat sekali dengan Abdul Malik bin Marwan dan Hisyam bin Abdul Malik dan pernah dijadikan qodhi (jaksa) oleh Yazid bin Abdul Malik. Ia dipercaya Hisyam menjadi guru private putra-putra istana. Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzib-nya [36] menyebutkan, “Hisyam memerintahnya untuk mengajarkan kepada putra-putranya hadis, lalu ia mendektekan empat ratus hadis”.
Tampaknya Zuhri sangat diandalkan untuk meramu riwayat demi mendukung kepentingan rezim bani Umayyah yang berkuasa saat itu dengan menyajikan riwayat-riwayat yang berseberangan dengan ajaran Ahlulbait as. namun justru dia sajikan dengan menyebut nama para pemuka Ahlulbait as. sendiri, atau riwayat-riwayat yang justru melecehkan keagungan Ahlulbait as., namun sekali lagi ia sajikan dengan mengatas-namakan pribadi-pribadi agung Ahlulbait as., seperti tuduhannya melalui riwayat yang ia produksi bahwa Imam Ali dan Fatimah as. melakukan tindakan kekafiran dengan menentang Nabi saw. Zuhri tampaknya memilih spesialisasi dalam bidang ini. Dan adalah aneh seorang Zuhri yang dikenal benci kepada Imam Ali as. tiba-tiba sekarang tampil sebagai seorang muhaddis yang sangat peduli dalam menyampaikan riwayat-riwayat dari Ali as.
Ibnu Abi al-Hadid, ketika menyebut nama-nama para perawi yang membenci Imam Ali as, ia menyebut, “Dan Zuhri adalah termasuk yang menyimpang dari Ali as”. [37]
Sufyan bin Wakii’ menyebutkan bahwa Zuhri memalsukan banyak hadis untuk kepentingan Bani Marwan. Ia bersama Abdul Malik melaknat Ali as. Asy-Syadzkuni meriwayatkan dari dua jalur sebuah berita yang menyebutkan bahwa Zuhri pernah membunuh seorang budaknya tanpa alasan yang dibenarkan. [38]
Kedua,
terlepas dari penilaian kita terhadap kualitas salah satu mata rantai perawi dalam hadis tersebut yang telah Anda baca, maka di sini ada beberapa catatan yang perlu Anda perhatikan. Pertama: Dalam hadis tersebut ditegaskan bahwa Imam Ali as. menegur dan menyebut Ibnu Abbas ra. sebagai seorang yang menyimpang karena ia masih menghalalkan nikah mut’ah padahal nikah tersebut telah diharamkan pada peristiwa peperangan Khaibar. Selain nikah mut’ah, daging keledai jinak juga diharamkan saat itu. Jadi menurut Imam Ali as. keduanya diharamkan pada peristiwa tersebut.
Di sini kita perlu meneliti kedua masalah ini, akan tetapi karena yang terkait dengan masalah kita sekarang adalah nikah mut’ah maka telaah saya akan saya batasi pada pengharaman nikah mut’ah pada hari Khaibar.
Pengharaman nikah Mut’ah pada hari Khaibar
Pengharaman Nabi saw. atas nikah mut’ah pada peristiwa Khaibar, seperti ditegaskan para ulama Ahlusunnah sendiri, seperti Ibnu Qayyim, Ibnu Hajar dkk. tidak sesuai dengan kanyataan sejarah, sebab beberapa tahun setelah itu nikah mut’ah masih dibolehkan oleh Nabi saw., seperti contoh pada tahun penaklukan kota Mekkah. Oleh karenanya sebagian menuduh Imam Ali as. bodoh dan tidak mengetahui hal itu, sehingga beliau menegur Ibnu Abbas dengan teguran yang kurang tepat, sebab, kata mereka semestinya Imam Ali as. berhujjah atas Ibnu Abbas dengan pengharaman terakhir yaitu pada penaklukan kota Mekkah agar hujjah sempurna, dan kalau tidak maka hujjah itu tidak mengena[39]
Selain itu, dalam peristiwa penyerangan ke kota Khaibar, tidak seorangpun dari sahabat Nabi saw. yang bermut’ah dengan wanita-wanita yahudi, dan mereka tidak juga memohon izin kepada Nabi saw. untuk melakukannya. Tidak seorangpun menyebut-nyebut praktik sabahat dan tidak ada sebutan apapun tentang mut’ah. Di kota Khaibar tidak ada seorang wanita muslimahpun sehingga sah untuk dinikahi secara mut’ah, sementara dihalalkannya menikah dengan wanita yahudi itu belum disyari’atkan, ia baru disyari’atkan setelah haji wada’ dengan firman Allah ayat 5 surah al-Maidah. Demikian ditegaskan Ibnu Qayyim dalam Zaad al-Ma’aad. [40]
Ketika menerangkan hadis Imam Ali as. dalam kitab al-Maghazi, bab Ghazwah Khaibar, Ibnu Hajar al-Asqallani menegaskan, “Dan kata pada hari Khaibar bukan menunjukkan tempat bagi diharamkannya nikah mut’ah, sebab dalam ghazwah (peperangan) itu tidak terjadi praktik nikah mut’ah”. [41]
Ibn Hajar juga menukil al-Suhaili sebagai mengatakan, “Dan terkait dengan hadis ini ada peringatan akan kemusykilan, yaitu sebab dalam hadis itu ditegaskan bahwa larangan nikah mut’ah terjadi pada peperangan Khaibar, dan ini sesuatu yang tidak dikenal oleh seorangpun dari ulama pakar sejarah dan perawi atsar/data sejarah. [42]
Al-hasil, hadis tersebut di atas tegas-tegas mengatakan bahwa pada peristiwa Khaibar Nabi mengharamkan nikah mut’ah dan juga keledai, Ibnu Hajar berkomentar, “Yang dzahir dari kata-kata (dalam hadis itu) pada zaman Khaibar adalah menunjuk waktu pengharaman keduanya (mut’ah dan daging keledai)” [43] , sementara sejarah membuktikan bahwa pada peristiwa itu sebenarnya tidak terjadi pengharaman, sehingga untuk menyelamatkan wibawa hadis para muhadis agung itu, mereka meramu sebuah solusi yang mengatakan bahwa hadis Imam Ali as. itu hanya menujukkan pengharaman keledai saja, adapun pengharaman nikah mut’ah sebenarnya hadis itu tidak menyebut-nyebutnya barang sedikitpun!
Penafsiran nyeleneh ini disampaikan oleh Sufyaan ibnu Uyainah, ia berkata, “Kata-kata (dalam hadis itu) pada zaman Khaibar hanya terkait dengan waktu pengharaman keledai jinak bukan terkait dengan nikah mut’ah.” [44]
Dan upaya untuk mengatakan bahwa hadis itu tidak menunjukkan pengharaman nikah mut’ah pada zaman Khaibar yang dilakukan sebagian ulama hanya karena mereka terlanjur mensahihkan hadis-hadis yang mengatakan bahwa sebenarnya nikah mut’ah itu masih dibolehkan setelah zaman Khaibar. Demikian diungkap oleh Ibnu Hajar. [45]
Akan tetapi arahan itu sama sekali tidak benar, ia menyalahi kaidah bahasa Arab dan lebih mirip lelucon, sebab;
A. Dalam dialek orang-orang Arab dan juga bahasa apapun, jika Anda mengatakan, misalnya
أَكْرَمْتُ زَيْدًا و عَمْروًا يَوْمَ الجمعةِ
“Saya menghormati Zaid dan ‘Amr pada hari jum’at”
maka semua orang yang mendengarnya akan memahami bahwa penghormatan kepada keduanya itu terjadi dan dilakukan pada hari jum’at.
Bukan bahwa dengan kata-kata itu Anda hanya bermaksud menghormati ‘Amr saja, sementara terkait dengan pak Zaid Anda tidak maksudkan, penghormatan itu mungkin Anda berikan pada hari lain. Sebab jika itu maksud Anda semestinya Anda mengatakan
أَكْرَمْتُ زَيْدًا و أَكْرَمْتُ عَمْروًا يَوْمَ الجمعةِ
“Saya menghormati Zaid , dan saya menghormati ‘Amr pada hari jum’at”.
Dalam riwayat itu kata kerja nahaa itu hanya disebut sekali, oleh karena itu ia mesti terkait dengan kedua obyek yang disebutkan setelahnya. Dan saya tidak yakin bawa para ulama itu tidak mengerti kaidah dasar bahasa Arab ini.
B. Anggapan itu bertentangan dengan banyak riwayat hadis Imam Ali as. dan juga dari Ibnu Umar yang diriwayatkan para tokoh muhadis, seperti Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad yang tegas-tegas menyebutkan bahwa waktu pengharaman nikah mut’ah adalah zaman Khaibar. Merka meriwayatkan:
نَهَى رسولُ اللهِ (ص) عن مُتْعَةِ النساءيَومَ خيْبَر، و عن لُحُومِ الحمرِ الإنْسِيَّةِ.
“Rasulullah saw. melarang nikah mut’ah pada hari Khaibar, dan juga daging keledai”. [46]
Ibnu Jakfari berkata:
Bagaimana kita dapat benarkan riwayat-riwayat kisah pengharaman itu baik di hari Khaibar maupun hari dan kesempatan lainnya, sementara telah datang berita pasti dan mutawatir bahwa Khalifah Umar ra. berpidato mengatakan bahwa dua jenis mut’ah itu ada dan berlaku di masa hidup Nabi saw. akan tetapi saya (Umar) melarang, mengharamkan dan merajam yang melakukan nikahnya:
مُتْعَتانِ كانَتَا على عَهْدِ رَسُول ِاللهِ أنا أَنْهَى عَنْهُما وَ أُعاقِبُ عليهِما : مُتْعَةُ الحج و متعة النِّسَاءِ.
“Ada dua bentuk mut’ah yang keduanya berlaku di sama Rasulullah saw., aku melarang keduannya dan menetepkan sanksi atas (yang melaksanakan) keduanya: haji tamattu’ dan nikah mut’ah. [47]
Bagaimana dapat kita benarkan riwayat-riwayat itu sementara kita membaca bahwa Jabir ibn Abdillah ra. berkata dengan tegas, “kami bermut’ah di masa Rasulullah saw., masa Abu Bakar dan masa Umar.” [48]
Dalam kesempatan lain ia mengatakan, “Kami bermut’ah dengan emas kawin (mahar) segenggam kurma dan tepung untuk jangka waktu beberapa hari di masa Rasulullah saw. dan masa Abu Bakar, sampai Umar melarangnya kerena kasus Amr ibn Huraits.” [49]
Bagaimana kita dapat menerima riwayat hadis-hadis yang mengatakan bahwa nikah mut’ah telah diharamkan di masa Nabi saw. oleh beliau sendiri, sementara itu Khalifah Umar tidak pernah mengetahuinya, tidak juga Khalifah Abu Bakar dan tidak juga para sahabat dan tabi’in mengetahuinya, bahkan sampai zaman kekuasaan Abdullah ibn Zubair -setelah kematian Yazid ibn Mu’awiyah- dan tidak juga seorang dari kaum Muslim mengetahui riwayat-riwayat sepeti itu. Andai mereka mengetahuinya pasti ia sangat berharga dan sangat mereka butuhkan dalam mendukung pendapat mereka tentang pengharaman nikah mut’ah tersebut.
Dan pastilah para pendukung kekhalifahan akan meresa mendapat nyawa baru untuk membela diri dalam pengharaman sebagai tandingan bukti-bukti sunah yuang selalu di bawakan sahabat-sabahat lain yang menhalalkan nikah mut’ah seperti Ibnu Abbas, Abdullah ibn Mas’ud dan Jabir, misalnya.
Dalam perdebatan yang terjadi antara pihak yang mengharamkan dan pihak yang menhalalkan mereka yang mengharamkan tidak pernah berdalil bahwa Rasulullah saw. telah mengharamkannya di Khaibar… atau pada peristiwa penaklukan kota Mekkah dan lain sebaigainya. Bagaimana mungkin hadis Imam Ali as. dapat kita terima sementara kita menyaksikan bahwa beliau bersabda:
,لَوْ لاَ أَنَّ عُمر نَهَى الناسَ عَنِ المُتْعَةِ ما زَنَى إلاَّ شَقِيٌّ.
“Andai bukan karena Umar melarang manusia melakukan nikah mut’ah pastilah tidak akan berzina kecuali orang yang celaka”.Demikian disebutkan ar Razi dari al-Thabari. [50]
Dan Muttaqi al-Hindi meriwayatkan dari Imam Ali as. beliau bersabda:
لَوْ لا ما سَبَقَ مِنْ نَهْيِ عُمر بن الخطاب لأَمَرْتُ بالمُنْعَةِ، ثُمَّ ما زنى إلا شقي
“Andai bukan karena Umar ibn Khaththab sudah melarang nikah mut’ah pastilah akan aku perintahkan dengannya dan kemudian tidaklah menlakukan zina kecuali orang yang celaka”. [51]
Bagaimana mungkin kita menerima riwayat para ulama itu dari Imam Ali as. yang menegur Ibnu Abbas ra. sementara kita menyaksikan Ibnu Abbas adalah salah satu sahabat yang begitu getol menyuarakan hukum halalnya nikah mut’ah, beliau siap menerima berbagai resiko dan teror dari Abdullah ibn Zubair pemberontak yang berhasil berkuasa setelah kematian Yazid?
Apakah kita menuduh bahwa Ibnu Abbas ra. degil, angkuh menerima kebenaran yang disampaikan maha gurunya; Imam Ali as. sehingga ia terus saja dalam kesesatan pandangannya tentang halalnya nikah mut’ah? Adapun dongeng-dengeng yang dirajut para sukarelawan bahwa Ibnu Abbas bertaubat dan mencabut fatwanya tentang halalnya nikah mut’ah, adalah hal menggelikan setelah bukti-bukti tegak dengan sempurna bahwa ia tetap hingga akhir hayatnya meyakini kehalalan nikah mut’ah dan mengatakannya sebagai rahmat dan kasih sayang Allah SWT untuk hamb-hamba-Nya:
ما كانَتْ المُتْعَةُ إلاَّ رَحْمَةً رَحِمَ اللهُ بِها أُمَّةَ محمد (ص)، لَوْ لاَ نَهْيُهُ (عمر) ما احْتاجَ إلى الزنا إلاَّ شقِي
Tiada lain mut’ah itu adalah rahmat, dengannya Allah merahmati umat Muhammad saw., andai bukan karena larangan Umar maka tiada membutuhkan zina kecuali seorang yang celaka. [52]
Bagaimana dongeng rujuknya Ibnu Abbas ra. dapat dibenarkan sementara seluruh ahli fikih kota Mekkah dan ulama dari murid-muridnya meyakini kehalalan nikah mut’ah dan mengatakan bahwa itu adalah pendapat guru besar mereka?!
Tela'ah terhadap Hadis Rabi’ ibn Saburah
Adapun tentang riwayat-riwayat Rabi’ ibn saburah, Anda perlu memperhatikan poin-poin di bawah ini.
Pertama,
seperti Anda saksikan bahwa banyak atau kebanyakan dari riwayat-riwayat para muhadis Ahlusunnah tentang pengharaman nikah mut’ah adalah dari riwayat Rabii’ -putra Saburah al-Juhani- dari ayahnya; Saburah al-Juhani. Hadis-hadis riwayat Saburah al-Juhani tentang masalah ini berjumlah tujuh belas, Imam Muslim meriwayatkan dua belas darinya, Imam Ahmad meriwayatkan enam, Ibnu Majah meriwayatkan satu hadis. Dan di dalamnya terdapat banyak berbeda-beda dan ketidak akuran antara satu riwayat dengan lainnya.
Di antara kontradiksi yang ada di dalamnya ialah:
Kedua,
Disamping itu kita menyaksikan bahwa Saburah ayah Rabi’ -sang perawi- mendapat izin langsung dari Rasulullah saw. untuk bermut’ah, atau dalam riwayat lain Nabi-lah yang memerintah para sahabat beliau untuk bermut’ah dihari-hari penaklukan (fathu) kota Mekkah, dan setelah ia langusng merespon perintah atau izin itu, dan ia mendapatkan pada hari itu juga wanita yang ia nikahi secara mut’ah tiba-tiba keesokan harinya ketika ia salat subuh bersama Nabi saw. beliau berpidato mengharamkan nikah mut’ah yang baru saja beliau perintahkan para sahabat beliau untuk melakukannya, logiskah itu?! Dalam sekejap mata, sebuah hukum Allah SWT berubah-ubah, hari ini memerintahkan keesokan harinya mengharamkan dengan tanpa sebab yang jelas!Tidakkah para pakar kita perlu merenungkan kenyataan ini?!
Ketiga,
terbatasnya periwayatan kisah Saburah hanya pada Rabi’ putranya mengundang kecurigaan, sebab kalau benar ada pe-mansuk-han kehalalan nikah mut’ah pastilah para sahabat besar mengetahuinya, seperti tentang penghalalan yang diriwayatkan oleh para sahabat besar dan dekat.
Keempat,
riwayat Rabi’ ibn Saburah itu bertentangan dengan riwayat para sahabat lain seperti Jabir ibn Abdillah, Abdullah ibn Mas’ud, Ibnu Abbas, ‘Imraan ibn Hushain, Salamah ibn al-Akwa’ dan kawan-kawan.
Dan riwayat-riwayat mereka tidak mengahadapi masalah-masalah seperti yang menghadang riwayat-riwayat Rabi’ ibn Saburah.
Catatan Penting!
Sebenarnya dalam peristiwa itu tidak ada pengharaman yang ada hanya Nabi saw. memerintah para sahabat yang bermut’ah dan jangka waktunya belum habis agar meninggalkan wanita-wanita itu sebab Rasulullah saw. bersama rombongan akan segera meninggalkan kota Mekkah. Akan tetapi para sukarelawan itu memanfaatkan hal ini dan memplesetkannya dengan menambahkan bahwa Nabi berpidato mengharamkannya. Sekali lagi, Nabi saw. hanya memerintahkan para sahabat beliau yang bermut’ah agar menghibahkan sisa waktu nikah mut’ah mereka kepada wanita-wanita itu sebab rombongan segera meninggalkan kota suci Mekkah.
Hal ini dapat Anda temukan dalam riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Ahmad dalam Musnadnya, dan al-Baihaqi dalam Sunannya, juga dari Sabrah. Dari Rabi’ ibn sabrah al-Juhani dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah saw. mengizinkan kami bermut’ah, lalu aku bersama seorang berangkat menuju seeorang wanita dari suku bani ‘Amir, wanita itu muda, tinggi semampai berleher panjang, kami menawarkan diri kami, lalu ia bertanya, “Apa yang akan kalian berikan?” Aku menjawab, “Selimutku”. Dan temanku berkata, “Selimutku”. Selimut temanku itu lebih bagus dari selimutku tapi aku lebih muda darinya. Apabila wanita itu memperhatikan selimut temanku, ia tertarik, tapi ketika ia memandangku ia tertarik denganku. Lalu ia berkata, “Kamu dan selimutmu cukup buatku! Maka aku bersamanya selama tiga hari, kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa di sisinya ada seorang wanita yang ia nikahi dengan mut’ah hendaknya ia biarkan ia pergi/tinggalkan”. [53]
Dalam pernyataan itu tidak ada pengharaman dari Nabi saw. Ada pun hadis Abu Dzar, adalah aneh rasanya hukum itu tidak diketahui oleh semua sahabat sepanjang masa hidup mereka sepeninggal Nabi saw. termasuk Abu Bakar dan Umar, hingga sampai dipenghujung masa kekhalifahan Umar, ia baru terbangun dari tidur panjangnya dan mengumandangkan suara pengharaman itu. Jika benar ada hadis dari Nabi saw., dimanakah hadis selama kurun waktu itu.Yang pasti para sukarelawan telah berbaik hati dengan membantu Khalifah Umar ra. jauh setelah wafat beliau dalam memproduksi hadis yang dinisbatkan kepada Nabi saw., agar kebijakan pengharaman itu tidak berbenturan dengan sunah dan ajaran Nabi saw. dan agar Khalifah Umar tampil sebagai penyegar sunah setelah sekian belas tahun terpasung.
Dan kebaikan hati sebagian ulama dan muhadis berhati luhur dengan memalsu hadis bukan hal aneh, dan saya harap anda tidak kaget. Karena memang demikian adanya di dunia hadis kita; kaum Muslim. Tidak semua para sukarelawan yang memalsu hadis orang bejat dan jahat, berniat merusak agama, tidak jarang dari mereka berhati luhur, rajin dan tekun beribadah, hanya saja mereka memiliki sebuah kegemaran memalsu hadis atas nama Rasulullah saw. Dan para sukarelawan model ini adalah paling berbahaya dan mengancam kemurnian agama, sebab kebanyakan orang akan terpesona dan kemudian tertipu dengan tampilan lahiriah yang khusu’ dan simpatik mereka. Demikian ditegaskan ulama seperti Al Nawawi dan Al Suyuthi.
Wallahu 'Alam Bishawwab
CATATAN KAKI
[1] Tafsir Khazin (Lubab al-Ta’wiil).1,506
[2] Shahih Muslim dengan syarah al-Nawawi.9179, bab Nikah al-Mut’ah.
[3] Fathu al-Baari.19,200, Ktaabun- Nikah, bab Nahyu an-Nabi saw. ‘an Nikah al-Mut’ah Akhiran (bab tentang larangan Nabi saw. akan nikah mut’ah pada akhirnya).
[4] Tafsir Fathu al-Qadir.1,449.
[5] Tafsir Ibnu Katsir.1,474.
[6] Ibid.
[7] Fathu al-Baari.17,146, hadis no.4615.
[8] Ibid.19,142-143, hadis no.5075.
[9] Shahih Muslim dengan syarah al-Nawawi.9,182.
[10] Fathu al-Baari.19,206-207, hadis no.5117-5118.
[11] Shahih Muslim dengan syarah al-Nawawi.9,182. hanya saja kata rasul (utusan) diganti dengan kata munaadi (pengumandang pengumuman).
[12] Ibdi.183.
[13] Ibid.183.
[14] Ibdi.184.
[15] Ibid.183-184.
[16] Ibid.183.
[17] Al-Sunan al-Kubra, Kitab al-Mut’ah, Bab Nikah-ul Mut’ah.7,206 dan ia mengatakan bahwa hadis ini juga diriwayatkan Muslim dari jalur lain dari Hummam.
[18] Keterangan lebih lanjut baca Fath al-Baari.19,201 203 dan Syarah al-Nawawi atas Shahih Muslim,9179-180.
[19] Tafsir Ibnu Katsir.1,484, pada tafsir ayat 24 surah al-Nisaa’.
[20] Al-Jaami’ Li Ahkaami Alqur’an.5130-131.
[21] Shahih Muslim (dengan syarah al-Nawawi), Kitab al-Nikah, bab Nikah-ul Mut’ah.9,189-190, dua hadis terakhir dalam bab tersebut, Sunan al-Nasa’i, bab Tahriim al-Mut’ah, Sunan al-Baihaqi, Kitab al-Nikah, bab Nikah al-Mut’ah.7,201, Mushannaf Abdur Razzaq.7,36 dan Majma’ al-Zawaid.4,265.
[22] Bukhari, Kitab al-Maghazi, bab Ghazwah Khaibar, dan bab Nahyu Rasulillah ‘an nikah al-mut’ah akhiran, bab al-hiilah fi al-nikah, Sunan Abu Daud.2,90, bab Tahriim al-Mut’ah, Sunan Ibnu Majah.1,630, Kitab-un Nikah, bab an-nahyu ‘an Nikah al-Mut’ah, hadis no.1961, Sunan al-Turmudzi (dengan syarah al-Mubarakfuuri).4,267-268, bab Ma ja’a fi Nikah al-Mut’ah(27), hadis no.1130 Muwaththa’, bab Nikah mut’ah, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.4,292 Sunan al-Darimi.2,140 bab al-Nahyu ‘an Mut’ah al-Nisa’, Musnad al-Thayalisi hadis no.111 dan Musnad Imam Ahmad.1,79,130 dan142, dan Anda dapat jumpai dalam Fathu al-Baari dalam baba-baba tersebut di atas.
[23] Baca Sunan al-Baihaqi.7,207.
[24] Shahih Muslim.9,185.
[25] Ibid.186.
[26] Ibdi.
[27] Ibid.187.
[28] Ibdi.188-189.
[29] Ibid.187.
[30] Ibid.189.
[31] Abu Daud.2,227, Kitab al-Nikah, bab Nikah al-Mut’ah dan Sunan al-Baihaqi.7,204.
[32] Sunan al-Baihaqi.7,204.
[33] Shahih Muslim.9,184, Mushannaf.4,292, Musnad Ahmad.4,55, Sunan al-Baihaqi.7,204 dan Fath al-Baari.11,73.
[34] Baca Sunan al-Baihaqi.7,204.
[35] Seperti Anda saksikan bahwa hadis tersebut telah saya kutipkan dari empat belas sumber terpercaya.
[36] 9, 449.
[37] Syarh Nahjul Balaghah 1, 371-372.
[38] Ash-Shirath al-Mustaqim.3,245.
[39] Fathu al-Baari.19,202 menukil pernyataan al-Baihaqi.
[40] Zaad al-Ma’aad.2,204, pasal Fi Ibaahati Mut’ati al-Nisaa’i tsumma Tahriimuha (tentang dibolehkannya nikah mut’ah kemudian pengharamannya). Dan keterangan panjang Ibnu qayyim juga dimuat Ibnu Hajar.
[41] Fath al-Baari.16,62. hadis no.4216.
[42] Ibid.19,202.
[43] Ibid.201.
[44] Ibdi.202.
[45] Ibid.
[46] Bukhari Bab Ghazwah Khaibar, hadis no.4216, Kitab al-Dzabaaih, bab Luhuum al-Humur al-Insiyyah, hadis no.5523, Shahih Muslim, bab Ma Ja’a Fi Nikahi al-Mut’ah (dengan syarah a-Nawawi).9,190, Sunan Ibnu Majah.1, bab al-Nahyu ‘an Nikah al-Mut’ah (44) hadis no1961 dan Sunan Al-Baihaqi.7,201, dan meriwayatkan hadis serupa dari Ibnu Umar. Dan di sini sebagian ulama melakukan penipuan terhadap diri sendiri dengn mengatakan bahwa sebenarnya dalam hadis itu ada pemajuan dan pemunduran, maksudnya semestinya yang disebut duluan adalah Luhum Humur insiyah bukan Mut’ah al-Nisaa’. (Fath al-baari.16,62) Mengapa? Sekali lagi agar riwayat Bukhari dkk. di atas tetap terjaga wibawanya dan agar tidak tampak bertentang dengan kenyataan sejarah.
[47] Ucapan pengharaman ini begitu masyhur dari Umar dan dinukil banyak ulama dalam buku-buku mereka, di antaranya: Tafsir al-Razi.10,50, Al-Jashshash. Ahkam Alqur’an.2,152, Al-Qurthubi. Jami’ Ahkam Alqur’an.2,270, Ibnu Qayyim. Zaad al-Ma’ad.1,444 dan ia megatakan” dan telah tetap dari Umar…, Ibnu Abi al-Hadid. Syarh Nahj al-Balaghah.1,182 dan 12,251 dan 252, Al-Sarakhsi al-Hanafi. Al-Mabsuuth, kitab al-Haj, bab Alqur’an dan ia mensahihkannya, Ibnu Qudamah. Al-Mughni.7,527, Ibnu Hazam. Al-Muhalla.7,107, Al-Muttaqi al-Hindi. Kanz al-Ummal.8,293 dan294, al-Thahawi. Syarh Ma’ani al-Akhbaar.374 dan Sunan al-Baihaqi.7,206.
[48] Ibid.183.
[49] Ibid.183-184.
[50] Mafaatiih al-Ghaib (tafsir al-Razi).10,51
[51] Kanz al-Ummal.8,294.
[52] Dan dalam sebagian riwayat إلاَّ شفي dengan huruf faa’ sebagai ganti huruf qaaf, dan artinay ialah jarang/sedikit sekali. Pernyataan Ibnu Abbas diriwayatkan banyak ulama, seperti Ibnu al-Atsir dalam Nihayahnya, kata kerja syafa.
[53] Shahih Muslim.9,184-185, Sunan al-Baihaqi.7,202, dan Musnad Ahmad.3,405.
Sayyid Husain Al Musawi, seorang tokoh Syi’ah murid Ayatullah Ruhullah Al Khumaini yang kemudian bertaubat dan masuk ke Sunni. Ia menceritakan dalam kitab Lillahi Tsumma Lil Tarikh:
Kisah Pertama
Seorang perempuan datang kepada saya menanyakan tentang peristiwa yang terjadi terhadap dirinya. Dia menceritakan bahwa seorang tokoh, yaitu Sayyid Husain Shadr pernah nikah mut’ah dengannya dua puluh tahun yang lalu, lalu dia hamil dari pernikahan tersebut.
“Setelah puas, dia menceraikan saya. Setelah berlalu beberapa waktu saya dikarunia seorang anak perempuan. Dia bersumpah bahwa dia hamil dari hasil hubungannya dengan Sayyid Shadr, karena pada saat itu tidak ada yang nikah mut’ah dengannya kecuali Sayyid Shadr.”
“Setelah anak perempuan saya dewasa, dia menjadi seorang gadis yang cantik dan siap untuk nikah.”
Namun sang ibu mendapati bahwa anaknya itu telah hamil. Ketika ditanyakan tentang kehamilannya, dia mengabarkan bahwa Sayyid Shadr telah melakukan mut’ah dengannya dan dia hamil akibat mut’ah tersebut. Sang ibu tercengang dan hilang kendali dirinya lalu mengabarkan kepada anaknya bahwa Sayyid Shadr adalah ayahnya. Lalu dia menceritakan selengkapnya mengenai pernikahannya (ibu si wanita) dengan Sayyid Shadr dan bagaimana bisa hari ini Sayyid Shadr menikah dengan anaknya dan anak Sayyid Shadr juga?!
Kemudian dia datang kepadaku menjelaskan tentang sikap tokoh tersebut terhadap dirinya dan anak yang lahir darinya. Sesungguhnya kejadian seperti ini sering terjadi. Salah seorang dari mereka melakukan mut’ah dengan seorang gadis, yang di kemudian hari diketahui bahwa dia itu adalah saudarinya dari hasil nikah mut’ah. Sebagaimana mereka juga ada yang melakukan nikah mut’ah dengan istri bapaknya.
Di Iran, kejadian seperti ini tak terhitung jumlahnya. Kami membandingkan kejadian ini dengan firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya sehingga Allah mampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur:33)
Kalaulah mut’ah dihalalkan, niscaya Allah tidak akan memerintahkan untuk menjaga kesucian dan menunggu sampai tiba waktu dimudahkan baginya untuk urusan pernikahan, tetapi Dia akan menganjurkan untuk melakukan mut’ah demi memenuhi kebutuhan biologisnya daripada terus-menerus diliputi dan dibakar oleh api syahwat.
Kisah Kedua
Suatu waktu saya duduk bersama Imam Al Khaui di kantornya. Tiba-tiba masuk dua orang laki-laki menemui kami, mereka memperdebatkan suatu masalah. Keduanya bersepakat untuk menanyakannya kepada Imam Al Khaui untuk mendapatkan jawaban darinya.
Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Sayyid, apa pendapatmu tentang mut’ah, apakah ia halal atau haram?”
Imam Al Khaui melihat lagaknya, ia menangkap sesuatu dari pertanyaannya, kemudian dia berkata kepadanya, “Dimana kamu tinggal?”
Maka dia menjawab, “Saya tinggal di Mosul, kemudian tinggal di Najaf semenjak sebulan yang lalu.”
Imam berkata kepadanya, “Kalau demikian berarti Anda adalah seorang Sunni?”
Pemuda itu menjawab, “Ya!”
Imam berkata, “Mut’ah menurut kami adalah halal, tetapi haram menurut kalian.”
Maka pemuda itu berkata kepadanya, “Saya di sini semenjak dua bulan yang lalu merasa kesepian, maka nikahkanlah saya dengan anak perempuanmu dengan cara mut’ah sebelum saya kembali kepada keluargaku.”
Maka sang imam membelalakkan matanya sejenak, kemudian berkata kepadanya, “Saya adalah pembesar, dan hal itu haram atas para pembesar, namun halal bagi kalangan awam dari orang-orang Syiah.”
Si pemuda menatap Al Khaui sambil tersenyum. Pandangannya mengisyaratkan akan pengetahuannya bahwa Al Khaui sedang mengamalkan taqiyah (berbohong untuk membela diri).
Kedua pemuda itu pun berdiri dan pergi. Saya meminta izin kepada Imam Al Khaui untuk keluar. Saya menyusul kedua pemuda tadi. Saya mengetahu bahwa penanya adalah seorang Sunni dan sahabatnya adalah seorang Syi’i (pengikut Syiah). Keduanya berselisih pendapat tentang nikah mut’ah, apakah ia halal atau haram? Keduanya bersepakat untuk menanyakan kepada rujukan agama, yaitu Imam Al Khaui.
Ketika saya berbicara dengan kedua pemuda tadi, pemuda yang berpaham Syiah berontak sambil mengatakan, “Wahai orang-orang durhaka, kamu sekalian membolehkan nikah mut’ah kepada anak-anak perempuan kami, dan mengabarkan bahwa hal itu halal, dan dengan itu kalian mendekatkan diri kepada Allah, namun kalian mengharamkan kami untuk nikah mut’ah dengan anak-anak perempuan kalian?”
Maka dia mulai memaki dan mencaci serta bersumpah untuk pindah kepada madzhab Ahlus Sunnah, maka saya pun mulai menenangkannya, kemudian saya bersumpah bahwa nikah mut’ah itu haram, kemudian saya menjelaskan tentang dalil-dalilnya.
Sumber kisah: http://www.fimadani.com/kisah-nikah-mutah-penganut-syiah/