


Archive for : February, 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintahan Islam pasca keruntuhan Daulah Ummayah segera digantikan oleh Daulah Abbasiyah. Masa Daulah Abbasiyah ini disebut juga maa mujtahidin dan masa pembukuan fiqh, karena pada masa ini terjadi pembukuan dan penyempurnaan fiqh. Pada masa Abbasiyah disebut masa keemasan Islam yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang pengaruhnya dapat dirasakan hingga sekarang.[1]
Pada masa ini yang berlangsung pada abad kedua hijriyah sampai pertengahan abad keempat ini merupakan masa perkembangan hukum Islam dan ilmu pengetahuan yang terpancar keseluruhan wilayah Islam bahkan ke manca negara, bahkan Baghdad merupakan pusat kota dan ibukota Islam yang menjadi pusat kebudayaan dan peradaban yang tinggi saat itu. Saat ini diharapkan agar Islam bangkit dan menjadi acuan dalam segala hal termasuk dalam perkembangan hukum yang telah dicapai zaman keemasan.
Pada pembuatan makalah ini mengacu pada masalah :
BAB II
PEMBAHASAN
TASYRI’ PADA AWAL ABAD KEDUA SAMPAI PERTENGAHAN
ABAD KEEMPAT HIJRIYAH
Dinamika hukum Islam mencapai masa keemasan setelah runtuhnya Daulah Umayah. Naiknya Daulah Bani Abbas memberikan angin segar bagi perkembangan hukum Islam.[2] Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam.[3]
Masa ini adalah masa kecemerlangan hukum Islam (fiqh). Pada masa ini, figh telah berkembang dan menjadi ilmu yang mandiri. Masa ini juga ditandai dengan mulai dirintisnya ilmu ushul fiqh, perumusan metodologi serta kaidah-kaidah ijtihad yang dipakai para mujtahid dalam pengambilan hukum. Para imam madzhab datang dengan tawaran metodologis yang matang.
Selain perhatian yang besar dari para khalifah Bani Abbas, ada beberapa hal yang menjadi penyebab lahirnya masa keemasan ini.
Pertama, meluasnya daerah kekuasaan Islam
Kedua, karya-karya dari masa sebelumnya, seperti dibukukannya Al-Qur’an.
Ketiga, munculnya tokoh-tokoh besar.
Keempat, tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah.
Beriringan dengan fenomena itu, adalah gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi, selain itu lahirnya fiqh dengan corak baru.
Kelima, kebebasan berfikir.
Perhatikan khulafa’ Bani Abbas terhadap fiqh dan fuqaha terlihat dari berbagai stimulasi dan penciptaan suasana yang konstruktif bagi tumbuh suburnya ijtihad.
|
Keenam, fiqh menuju era keemasan.
Ketujuh, kodifiaksi ilmu
Kedelapan, umat Islam berusaha menghendaki supaya ibadah, mu’amalah dan sebagainya sesuai dengan hukum Islam.[4]
Pendiri madzhab ini adalah an-Nu’man bin Zuhdi, dan lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanafi. Beliau lahir di Kufah tahun 80 H dan wafat tahun 150 H. Abu Hanifah hidup dalam dua generasi, pada masa Bani Umayah selama 52 tahun dan pada masa Abbasiyah selama 18 tahun.
Pengalaman keilmuwannya diawali dari studi filsafat dan dialektika, setelah menguasai ini, beliau mendalami fiqh dan hadist. Guru utamnya adalah Imam Hammad bin Zaid, beliau belajar di bawah bimbingan ulama besar ini selama 18 tahun. Ketika gurunya wafat, beliau menggantikan posisinya karena kedalaman ilmunya dan kemuliaan karakter pribadinya, para khalifah Bani Umayah sangat menghormatinya. Imam Abu Hanifah digolongkan sebagai tabi’in kecil, yaitu murid sahabat, karena telah bertemu dengan beberapa sahabat dan meriwayatkan sejumlah hadits dari mereka.[5]
Imam Abu Hanifah juga memiliki beberapa murid terkenal, diantaranya Abu Yusuf, Muhammad Zufar dan Hasan bin Ziyad. Mereka bersama dengan Hanifah membentuk madzhab Hanafi.
Dasar-dasar madzhab Hanafi:
Sumber hukum madzhab Hanafi:
Fiqh Abu Hanifah :
Ada beberapa pemikiran Abu Hanifah dalam bdiang hukum, msialnya ia berpendapat bahwa benda wakaf masih tetap milik waaif, kedudukan waqaf dipandang sama dengan ‘ariyah (pinjam meminjam). Pendapatnya yang lain adalah bahwa perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugasnya khusus menangani masalah perdata, bukan masalah pidana.
Pendiri madzhab ini adalah Imam Malik bin Anas al-Asy bahi al-‘Arabi. Beliau lahir pada tahun 93 H (713 M) di Madinah, beliau lahir pada masa Al-Walid bin ‘Abd Al-Malik (Bani Umayah) dan wafat pada masa Harun Al-Rasyid (Bani Abbasiyah).
Di bawah didikan Az-Zuhri beliau mulai belajar ilmu Hadist, sedangkan dalam bidang ilmu hukum Islam, beliau belajar kepada Nafi’ Maula Ibn Umar dan Yahya bin Sa’id al-Anshari. Karya monumental beliau dalam bidang hadist adalah al-Muwattha’. Selain itu, beliau juga menyusun kitab al-Mudawwamah yang berisi asas-asas fiqh.[6] Beliau mulai mengumpulkan hadist-hadist yang kemudian dimuat dalam kitab ini atas permintaan khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far al-Mansyur (754-775 M) yang menginginkan sebuah kitab Undang-undang hukum yang komprehensif dengan berdasarkan sunnah Nabi SAW yang bisa diterapkan secara seragam di seluruh wilayah kekuasaannya, madzhab Malliki merupakan antitesis dari madzhab Hanafi yang rasionalis. Imam Malik cenderung berfikir secara tradisional dan kurang menggunakan rasional dalam corak pemikiran hukumnya, beliau juga dianggap sebagai wakil ahli hadist.
Imam Malik memiliki banyak pengikut yang mengajarkan hadist atas namanya, diantara murdinya adalah al-Awza’i, al-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan al-Syafi’i, selain itu beliau juga sangat ahli dalam ilmu Al-Qur’an.
Sumber hukum madzhab Maliki:
Pendapat Imam Malik
Imam Malik memiliki pendapat yang mandiri, diantaranya dalam hal ini:
Pendiri madzab ini adalah Muhammad bin Idris as-Syafi’i. Beliau lahir di kota kecil Ghazzah di kawasan mediterania (Syam) pada tahun 769 M. Menginjak usia remaja beliau belajar fiqih dan hadits kepada Imam Malik. Imam Syafi’i sanggup menghafal secara sempurna kitab Imam Malik al-Muwattha’. Masa belajar kepada Imam Malik berhenti ulama besar ini wafat pada tahun 801 M.
Ia belajar hadits dan fiqih di Mekkah. Setelah itu ia pindah ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik. Ketika Imam Malik meninggal dunia apda tahun 179 H, As-Syafi’i mencoba memperbaiki taraf hidupnya.
Imam Al-Asyafi’i kembali ke mekkah dengan membawa pengatahuan tentang fiqih Irak di Masjid Al-Haram, ia mengerjakan Fiqih dalam dua corak yaitu corak madinah dan corak Irak.
Di Madinah As-Syafi’i berguru kepada Imam Malik di Kufah, berguru kepada Muhammad Ibn Al Asan Al-Syaibani yang beraliran Hanafi, Imam Malik merupakan puncak tradisi Madrasah Kufah (ra’yu). Dengan demikian Al-Asyafi’i dapat dikatakan sebagai sintesis antara aliran Kufah dan aliran Madinah.
Al-Asyafi’i juga memiliki murid yang pada periode berikutnya mengembangkan juga memiliki murid yang pada periode berikutnya mengembangkan ajaran fiqihnya, bahkan ada pula yang mendirikan aliran fiqih sendiri. Diantara muridnya adalah Al-Za’farani, Al-Kurabisri, Abu Tsaur, Ibnu Hanbal AL-Buthi, Al-Muzani, Al-Robi’ Al-Murabi di Mesir dan Abu Ubaid Al-Qasim Ibn Salam Al Luqawi di Irak..
Seperti Imam Mazhab lainnya, Imam Syafi’i menetapkan thuruq al-istinbath al-ahkam sendiri. Langkah-langkah ijtihadnya dapat diketahui dari perkataannya: “Asal adalah Al-Qur’an dan Al-Sunah. “Apabila tidak ada dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, ia melakukan qiyas terhadap keduanya. Apabila hadits telah muttasil dan sanadnya shahih, berarti ia termasuk berkualitas.
Imam syafi’i, seperti dikatakan Mana’ Al-Qaththam mengatakan bahwa ilmu itu bertingkat-tingkat. Pertama, Al-Qur’an dan Al Sunah, kedua Ijma’ terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam keduanya, keermpat, pendapat sahabat Nabi yang saling berbeda-beda, kelima qiyas.
Ulama membagi pendapat Al-Syafi’i menjadi dua yaitu qaul qadim dan qaul jadid. Qaul qadim adalah pendapat Syafi’ui yang dikemukakan dan ditulis di Irak, sedangkan haul jadid adalah pendapatnya yang dikemukakan dan ditulis di Mesir.
Adapun sebab timbulnya qaul jadid, karena Al-Syafi’i mendapatkan hadits yang tidak ia dapatkan di Irak dan Hijaz, dan ia menyaksikan adat dan kegiatan muamalah yang berbeda dengan di airak. Pendapat Al-Syafi’i yang termasuk qaul jadid dikumpulkan dalam kitab Al-Umm.
Salah satu kitab yang menjelaskan qaul qadim dan qaul jadid adalah Al-Muhadzab Fi Fiqh Al- Imam Al-Syafi’i Radhnya Allah Anh karya Abu Ishaq Ibrahim Ibn Ali Ibn Yusuf Al-Firuz Abadi Al-Syirazi. Diantara pendapat Syafi’i yang termasuk qaul qadim (ditulis QQ) dan qaul jadid (ditulis QJ) adalah seba gai berikut. Dalam tertib wudu, orang wudunya tidak tertib karena lupa, maka menurut QQ itu sah. Namun, menurut QJ, walaupun lupa wudu orang itu tidaklah sah.
Selain dari keduanya itu yaitu haul qadim dan qaul jadid, Al-Syafi’i memiliki juga pendapat sebagaimana yang tercermin di dalam Al-Umm. Dalam masalah Imamah misalnya, ia berpendapat bahwa imamah termasuk masalah agama dan karena itu mendirikan Imamah merupakan kewajiban agama, bukan hanya kewajiban akal.
Ia juga pernah memberikan kriteria pemimpin yang dianggap berkualitas, yaitu berakal dewasa, beragama Islam, laki-laki, dapat melakukan ijtihad, memiliki kemampuan mengatur (Al-tadbir), gagah berani, melakukan perbaikan agama dan dari kalangan quraisy.
Menurut Imam Abu Zahrah, kitab Al-Umm merupakan al-hujjah al-ula dalam aliran Syafiiah. Peringkat keduanya adalah al-Risalah, karena kitab inilah, Al-Asyafi’i dianggap sebagai Bapak Ushul Fiqih Al-Din Al-Razi menyatakan bahwa nisbah Al-Syafi’i terhdap ilmu Ushul Al-Fiqh seperti nisbah Aristoteles terhadap ilmu Manthiq dan Nisbah Al-Khalil Ibn Ahmad terhadap ilmu Arudi.
Pendiri madzhab ini adalah Imam Ahmad Ibn Hanbal As-Syafi’i. Namun lengkapnya adalah Abu ‘Abd Allah Ajmad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Asad Al-Syaibani Al-Marwazi (164-241 H).
Hanbal berguru kepada Al-Syafi’i dalam bidang Fikih, kemudian kepada Hasyim Ibrahim Ibn Sa’ad dan Sufyan Ibn Uyainah dalam bidang hadist.
Menurut Al-Ulwani cara ijtihad Ahmad Ibn Hambal hampir sama denghan cara ijtihad Al-Syafi’i. Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan pendapat-pendapat Ahmad Ibn Hanbal dibangun atas lima dasar yaitu:
Gagasan-gagasan Ahmad Ibn Hanbal yang dilestarikan dalam beberapa kitab diantaranya adalah mukhtashar Al-Khurqi, al-Mughniy syarh ‘ala Mukhtashar al-khurqi majmu’ patawa, ghayah al-muntaha Fi jam’ dan masih banyak lagi kitab-kitab lainnya.
Imam Hanbali menempatkan ijma’ sebagai sumber hukum pada posisi ketiga diantara prinsip-prinsip dasar lainnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tasyri’ pada awal abd kedua sampai pertengahan abad keempat hijriyah mengenai faktor-faktor yang mendorong perkembangan Tasyri’ yaitu berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Kemudian mengenai dasar pemikiran dan perkembangan madzhab hukum Islam.
Sumber hukum madzhab Hanafi adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istikhsan dan Urf.
Sumber hukum madzhab Maliki : Al-Qur’an, Sunnah, praktek masyarakat Madinah, Ijma’, pendapat individu sahabat, qiyas. Tradisi istilah dan ‘urf.
Dasar hukum yang diambil oleh Imam As-Syafi’i : Al-qur’an, as-Sunnah, Ijma’. Pendapat Nabi yang berbeda-beda dan qiyas.
Dasar hukum yang diambil oleh Imam Hanbali : Al-qur’an dan Sunnah, Fatwa sahabat, memilih pendapat yang lebih dekat kepada nash al-qur’an. Hadist mursal dan dla’if dan qiyas.
DAFTAR PUSTAKA
Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000
Naim, Ngainun, Diktat Sejarah Pemikiran Hukum Islam, Tulungagung, STAIN Tulungagung
Musthofa Syalabi, Muhammad, Al-Madkhal Fi at-Ta’rif bil-Fiqh al Islam, Beirut, Damam Nahdhah al-Arabiyah, 1969
Wahab Khallaf, Abdul, Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Tesis) Imron Am, Surabaya, Toha Putra
TASYRI’ PADA AWAL ABAD KEDUA SAMPAI PERTENGAHAN ABAD KEEMPAT HIJRIYAH
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Materi Pendidikan Agama Islam – 2”
Drs. NUR EFFENDI, M.Ag
NIP. 150 288 493
|
|
|
|
Disusun oleh:
1. Arini Hidyati 3211063038
2. Atik Ulfiyah 3211063039
3. Badik Faridatul M 3211063040
4. Choiru Niswatin 3211063041
5. Afiful Ikhwan 3211063024
Semester IV
Kelas: B
Prodi PAI
Jurusan Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.
Makalah ini kami buat dengan judul "Tasyri’ Pada Awal Abad Kedua Sampai Pertengahan Abad Keempat Hijriyah" .
Dengan terselesaikannya makalah ini kami sampaikan terima kasih kepada:
Kami menyadari bahwa makalah yang telah kami susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu mengharap saran dan kritik yang membangun dari para pembaca, guna memperbaiki makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun khususnya.
Tulungagung, April 2008
Penyusun
|
||
|
|
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………………………… 10
DAFTAR PUSTAKA
|
|
|
|
[1] Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), h. 299
[2] Ngainun Naim, Diktat Sejarah Pemikiran Hukum Islam, (Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2005)h. 51
[3] Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 300
[4] Ngainun Naim., Op.Cit, h. 52-55
[5] Muhamad Mushtofa Syalabi, Al-Madkhal fi At-Ta’rif bil-Fiqh Al Islam, (Beirut: Daman Nahdhah al-Arabiyyah, 1969), h. 171-172
[6] Abdul Wahab Khallaf, Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Terj. ) Imron Am, (Surabaya: tp, tt), h. 57
[7] Philips, Asal-Usul, h. 96-99. Lihat juga Hasbie, Pengantar, h. 116-117
BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
ILMU PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan
B. Ruang Lingkup Pendidikan
BAB II
DASAR TUJUAN DAN
AZAS – AZAS PENDIDIKAN
Dasar pendidikan adalah : pandangan yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan, baik dalam rangka penyusunan teori perencenaan, maupun pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Adapun dasar – dasar pendidikan adalah :
Tujuan pendidikan adalah : perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dari alam sekitarnya dimana individu itu hidup.
Ada empat jenjang tujuan pendidikan, diantaranya :
Tujuan pendidikan di Indonesia :
Azas utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat di didik dan dapat mendidik diri sendiri.
Ada tiga azas yang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa kini maupun masa depan :
Yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya yang mengingat tertibnya persatuan dalam kehidupan umum.
Azas Belajar sepanjang Hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Pendidikan seumur hidup merupakan konsep.
Dalam asas ini erat kaitannya antara azas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat. Pada prinsipnya azas tut wuri handayani bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar.
BAB III
BATAS – BATAS PENDIDIKAN
Kapan pendidikan dimulai ? yaitu sejak adanya manusia dan sejak peradaban itu ada. Ciri utama dari pendidikan yang sesungguhnya ialah adanya kesiapan interaktif edukatif antara sendidik dan peserta didik (Zakiyah Derajat, 1966 : 49).
Sepanjang tatanan yang berlaku proses pendidikan itu mempunyai titik akhir yang bersifat alamiah. Titik akhir bersifat principal dan tercapai bila sesorang manusia muda itu dapat berdiri sendiri dan secara mantap mengembangkan serta melaksanakan rencana sesuai dengan pandangan hidupnya. Kriteria untuk menetapkan kapan batas akhir pendidikan itu ada 3, yaitu :
BAB IV
ALAT – ALAT PENDIDIKAN
Kesimpulan bahwa alat pendidikan ialah : “ segala sesuatu atau alat atau media pendidikan yang meliputi segala yang digunakan untuk mencapai tujuan “.
Alat pendidikan tidak terpisahkan dengan tujuan, karena tujuan pendidikan tidak mungkin tercapai tanpa alat, berarti bahwa alat berfungsi mengantarkan penggunanya untuk mencapai tujuan.
Menurut Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa dilihat dari fungsi, alat pendidikan terbagi 3 jenis :
Dilihat dari bentuknya alat pendidikan dibagi menjadi 2 :
Al-Nahwi membagi alat-alat pendidikan menjadi 2 macam :
BAB V
FUNGSI DAN PERANAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Lingkungan atau tempat berlangsungnya proses pendidikan meliputi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga tersebut sebagtai tri pusat pendidikan. Maksudnya ialah tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan anak sebagai manusia yang belum sempurna perkembangannya dipengaruhi dan diarahkan orang tua untuk mencapai kedewasaan. Kedewasaan dalam arti keseluruhan, yakni dewasa secara biologis (badaniyah) dan dewasa secara rohani, tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak-anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian dari pendidikan keluarga yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan keluarga. Disamping itu, kehidupan disekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Yang dimaksud pendidikan disini ialah : pendidikan yang diperoleh oleh seseorang disekolah secara teratur, sistematis, , bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga, bersifat formal namun tidak kodrati. Sifat-sifat pendidikan tersebut adalah :
Artinya lembaga pendidikan di dirikan tidak atas hubungan negara antara guru dan murid. Tapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan.
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek – aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola – pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Masyarakat dapat diartikan sebagai suatu bentuk tata kehidupan social dengan tata nilai dan tat budaya sendiri, dalam arti ini masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan, medan kehidupan manusia yang majemuk.
Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Merupakan proses yang diusahakan dengan sengaja dalam masyarakat untuk mendidik dalam lingkungan social.
Merupakan pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, dan dilakukan di luar lingkungan dan system persekolahan resmi.
Pendidikan yang mengenai masyarkat lapisan bawah
Penekanannya pada pendidikan yang berlangsung di luar sekolah
Ditujukan pada orang dewasa diluar lingkungan sekolah
Pendidikan untuk dewasa yang menagmbil umur batas tertinggi dari masa kewajiban belajar
Pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah biasa, yang khusus dikelola oleh perguruan tinggi.
BAB VI
ALIRAN – ALIRAN PENDIDIKAN
Aliran – aliran klasik dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di Indonesia :
Faktor / pandangan ini tidak lagi sepenuhnya karena telah mulai memperhatikan faktor – faktor yang internal.
Aliran pendidikan klasik mulai dikenal di Indonesia melalui upaya – upaya pendidikan utamanya persekolahan. Setelah kemerdekaan, gagasan gagasan aliran pendidikan masuk ke Indonesia melalui orang-orang Indonesia yang belajar di berbagai negara.
Gerakan – gerakan baru dalam pendidikan memusatkan diri pada perbaikan dan penigkatan kualitas kegiatan belajar mengajar pada system persekolahan. Pada umumnya memberi kontribusi yang bervareasi terhadap penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar disekolah sekarang ini. Akhirnya, ditekankan pemikiran pendidikan pada masa lalu akan bermanfaat memperluas pemahaman tentang pendidikan, memupuk wawasan histories dari setiap tenaga kependidikan.
Di dirikan oleh Ki Hajar Dewantara (lahir 2 Mei 1889), azas dan tujuan taman siswa:
Taman siswa melengkapi azas dari wawasan kependidiakan guru adalah :
Upaya – upaya pendidikan yang dilakukan taman siswa :
Di dirikan oleh Moh. Syafi’I (Lahir di Matan, Kal-Bar th 1895) pada tanggal 31 Okt 1926 di Kayu Tanam (Sum-Bar) mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Moh. Syafi’I pada th 1952. INS mendirikan percetakan SRIDHARMA yang menerbitkan majalah bulanan SENDI dengan sasaran khalayak adalah anak-anak.
Azas Ruang Pendidik INS Kayu Tanam :
Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam :
BAB VII
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Yang dimaksud system pendidikan nasional disini adalah suatu keseluruan yang terpadu di semua satuan dan aktifitas pendidikan yang terkait satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapai tujuan pendidikan nasional.dalam hal ini ,system pendidikan nasional tersebut merupakan suatu supra system yaitu suatu system yang besar dan kompleks.yang didalamnya tercakup beberapa bagian yang juga merupakan system-sistem.
Tujuan system pendidikan nasional berfungsi memberikan arah pada semua kegiatan pendidikan dalam satuan-satuan pendidikan yang ada. Tujuan pendidikan tersebut , merupakan tujuan umum yang tidak dicapai oleh semua satuanpendidikannya, meskipun setiap satuan pendidikan tersebut mempunyai tujuan-tujuan sendiri, namun tidak terlepas dari tujuan pendidikan naisonal .
Dalam system pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga negara. Artinya semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan menjadi peserta didiknya semua warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu yang mempunyai kekhususannya, tanpa membedakan status social, ekonomi, agama, suku bangsa, dsb.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengalaman pancasila dibidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan ;
B. Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
Berdasrkan UU RI NO 2 tahun 1989 tentng system pendidikan nasional, kelembagaan pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan dan program serta pengolahan pendidikan.
1. Jalur pendidikan sekolah
Pendidikan yang diselenggarakan disekolah melalui kegiatan belajar mengajar berjenjang dan berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan pemerintah dan mempunyai keseragaman pola berstrata nasional.
2. Jalur pendidikan luar sekolah
Pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan berkesinambungan.
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran (UU RI No.2 Th.1989 BAB I ayat 5)
Pendidikan dasar di selenggarakan untuk memberi bekal dasar yang dipelukan untuk hidup di masyarakat berupa pengembangan sikap pengetahuan dan keterampilan dasar.
Pendidikan menengah dalam hubungannya kebawah berfungsi sebagai lanjutan perluasan dasar dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangn kerja.
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidkan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik yang dapat menerapkan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni.
Satuan pendidikan yang diselenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politekhnik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sekolah tinggi ialah : perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan professional dalam satu disiplin ilmu.
Institut ialah : perguruan tinggi yang terdiri dari atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam sekelompok disiplin dan yang sejenis.
Universitas perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan professional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan kerjanya (UU RI No.2 Th. 1989 BAB I Pasal I Ayat 4 No.2 Th.1989)
Pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan
Pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam pekerjaan bidang tertentu.
Pendidikan khusus yg diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental
Pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan tugas kedinasa, pegawai, suatu departemen pemerintah atau non departemen.
Pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik utnuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama.
Pada zaman yunani kuno, kurik dalam bahasa Yunani berarti “Pelari” dan Curure artinya “tenpat berpacu” kurikulum kemudian diartikan “jarak yang lurus di tempuh” oleh pelari. Jadi kurikulum dalam pendidikan di analogikan sebagai arena tempat peserta didik “berlari” untuk mencapai finish berupa ijazah, diploma atau gelar.
Kurikulum mengadung dua aspek :
UUD RI No.6 Th.1989 Pasal 38 Ayat 1 mengatakan adanya dua aspek nasional dan local itu sebagai berikut : pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku sacara nasional yang sesuai dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan cirri khas suatu pendidikan yang bersangkutan.
Sikap warga negara Indonesia setiap warga negara Indonesia untuk memeproleh pendidiakn sudah di jamin hukum yang pasti dan bersifat mengikat. Artinya ; pihak manapun tidak dapat merintangi maksud seseorang untuk belajar dan medapatan pengajaran.
Secara lebih rinci lagi tentang hak warga negara untuk memperoleh pengajaran itu telah disebutkan dalam UUD No.2 Th.1989 sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan kelainan fisik disini, antara lain adalah tuna netra (buta), tuna rungu (tuli) atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Sedangkan yang dimaksud kelainan mental antara lain adalah tuna daksa (nakal), idiot dan embisil (sangat bodoh).
Pendidikan luar biasa dalah : pendidikan yang di sesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
Dalam upaya pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber manusia adalah yang paling penting dan utama jika di bandingkan dengan pengembangna SDA, meskipun antara keduanya saling berkaitan tak terpisahkan. Dalam konteks ini maka pengembangan SDM pada hakekatnya adalah proses kebudayaan.
Karenanya, pembangunan manusia seutuhnya perlu di wujudkan dengan sebaik-baiknya sehingga diperlukan pendekatan-pendakatan yang baik untuk itu pendekatan yang dipakai dalam pendidikan nasional guna pengambangan kebudayaan adalah pendekatan cultural.
BAB I
PENDAHULUAN
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya.
Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.
BAB II
PEMBAHASAN
AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL
Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu. Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita. Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan peribadatan.
Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang mengsugestit esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang.
Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.
Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya, tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia menyadari dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani.[1]
Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.[2]
Kita tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah menemukan agama itu hanya sekumpulan tahayul, orang yang menolak agama bukan karena alasan rasional, melainkan fakto psikologis yang tidak disadari, Nietsche menolak Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.
Dizaman kuno penyakit yang diderita manusia sering dikaitkan dengan gejala-gejala spiritual. Seorang penderita sakit dihubungkan dengan adanya gangguan roh jahat oleh semacam makhluk halus. Karenanya, penderita selalu berhubungan dengan para dukun yang dianggap mampu yang berkomunikasi dengn makhkuk halus dan mampu menahan gangguannya. Pengobatan penyakit dikaitkan dengan gejala rohani manusia.
Sebaliknya, didunia modern penyakit manusia di diagnose berdasarkan gejala-gejala biologis. Makhluk-makhluk halus yang diasumsikan sebagai roh jahat dimasyarakat primitive, ternyata dengan penggunaan perangkat medis modern dapat di deteksi dengan mikroskop, yaitu berupa kuman atau virus. Kemajuan dalam bidang tekhnologi kedokteran membawa manusia demikian yakinnya bahwa gejala simtomatis penyakit disebabkan faktor fisik semata. Kepercayaan ini sebagian besar memang dapat dibuktikan keberhasilan pengobatan dengan menggunakan peralatan dan pengobatan hasil temuan dibidang kedokteran modern.
Sejak awal-awal abad ke 19 boleh dikatakan para ahli kedokteran mulai menyadari akan adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungna timbal balik ini menyebabkan manusia dapat menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental (Somapsikotis) dan sebaliknya gangguan mental dapat menyebabkan penyakit fisik (Sikosomatik). Dan diantara faktor mental yang di indentifikasikan sebgai potensial dapat menimbulkan gejala tersebut adalah keyakinan agama. Hal ini antara lain disebabkan sebagian besar dokter fisik mslihat bahwa penyakit mental (mental illness) sama sekali tak ada hubungannya dengan penyembuhan medis, serta berbagai penyembuhan penderita penyakit mental dengan menggunakan pendekatan agama.
Menurut Abraham Maslow (seorag pemuka psikologi humanistic) menyatakan bahwa kebutuhan manusia itu bertingkat :
Menurut Victor Frankle (pendiri aliran logoterapi) menyatakan eksistensi manusia ditandai oleh 3 faktor : (1) keruhanian; (2) kebebasan; (3) dan tanggung jawab.
Agama memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terahadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dari rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang ghaib. Ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi kepribadian dinamakan (self ) maupun hati nurani (conscience of man).
Agama sebagai fitroh manusia telah di informasikan dalam Al-Qur’an :
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; tetaplah atas fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah. (itulah agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya “. (Q.S 30 : 30 ).
Berdasarkan penelitian bahwa agama tidak berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental dan fisik.
Sejumlah kasus yang menunjukan adanya hubungan antara faktor keyakinan (agama) dengan kesehatan jiwa (mental) tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan Carl Gotay Jung “ diantara pasien saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilator belakangi oleh aspek agama “.
Dalam menghadapi sikap yang tak terhindar lagi bagi kondisi, menurut logo terapi, maka ibadah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuka pandangan seorang akan nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat dalam diri dan sekitarnya.[4]
Pendekatan terapi keagaamaan ini dapat dirujuk dari informasi Al-Qur’ an sendiri dari kitab suci. Diantara konsep terapi gangguan mental ini adalah pernyataan Allah : dalam surat Yunus dan Isra’.
“ Wahai manusia, sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu Al-Qur’an yang mengandung pelajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Yunus : 57)
“ Dan kami turunkan Al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Isra’ : 82)
Kesehatan mental adalah : suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). Dalam Al-Qur’ an petunjuk mengenai penyerahan diri cukup banyak.
Dari keterangan Surat Ar-Rad : 28, Allah dengan tegas menerangkan, bahwa ketengan jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat Allah). Pada ayat Al-A’rof – 35, dikatakan Allah, bahwa rasa takwa dan perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa-rasa tahut dan sedih. Pada ayat Al-Baqarah : 15, ditunjukan pula oleh Allah jalan bagaimana cara seseorang mengatasi kesukaran dan problema kehidupan sehari-hari, yaitu dengan kesabaran dan shalat. Dan pada ayat Al-Fath : 4, Allah menyifati diri-Nya bahwa Dia-lah Tuhan yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa kedalam hati orang-orang yang beriman.
Musibah dari pendekatan agama, musibah dapatg dibagi menjadi 2 macam :
Adapun yang menjadi latar belakangnya, setiap musibah tetap saja mendatangkan petaka bagi korbanya. Mereka yang tertimpa musibah akan mengalami penderitaan lahir dan batin. Secara lahir, mungkin mereka kehilangan harta benda ataupun milik yang paling disayanginya, berpisah atau kehilangna anggota keluarga dan kerabat. Penderitaan ini akan memberi pengaruh psikologi, seperti pasrah ataupun putus asa. Bahkan dalam kondisi tertentu akan memberi dampak terhadap perasaan keagamaan. Informasi media masa maupun tayangan TV, menggambarkan betapa banyak korban tsunami yang mengalami trauma, ataupun gangguan kejiwaan.
Menurut pendekatan psikologi agama, sebenarnya derita batin yang dialami oleh korban musibah terkait dengna itngkat keberagamaannya. Bagi mereka yang memiliki keyakinan yang mendalam terhadap nilai-nilai ajaran agama, bagaimanapun akan lebih mudah dan cepat menguasai gejolak batinnya. Agama menjadi pilihan dan rujukan untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya, dikala musibah menimbulkan rasa kehilangan dari apa yang dimilikinya selama ini, hatinya akan dibimbing oleh nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agamanya. Bila ia seorang muslim, ia akan merujuk dalam pernyataan Tuhan : “ Apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. (Q.S 16:53).
BAB III
P E N U T U P
Psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.
Musibah yang terjadi sebagai akibat dari ulah tangan mnusia, karena kesalahan yang dilakukannya, manusia harus menanggung akibat buruk dari perbuatan sendiri, musibah ini dikenal sebagai hukum karma, yakni sebagai “pembalasan”.
Musibah sebagai ujian dari Tuhan. Musibah ini sama selaki tidak ada hubungannya dengan perbuatan keliru manusia. Betapapun baik dan bermanfaatnya aktifitas yang dilakukan manusia, serta taatnya mereka menjalankan perintah Tuhan, musibah yang seperti ini bakal mereka alami juga. Oleh karena itu, musibah ini sering di hubung-hubungkan dengan “takdir” (ketentuan Tuhan).
DAFTAR PUSTAKA
Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Dr liza, Psikologi Agama, http://drliza.wordpress.com, Tuesday, 25 Maret 2008
Fauzi Ahmad, Psikologi Umum, Pustaka setia, Bandung, 2004
Rakhamat Jalaluddin, Psikologi Agama sebuah pengantar,PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2003
Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia, 2004
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
www.rezaervani.com – http://groups.yahoo.com/group/rezaervani
[1] Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 288
[2] Dr liza, Psikologi Agama, http://drliza.wordpress.com, Tuesday, 25 Maret 2008
[3] Rakhamat Jalaluddin, Psikologi Agama sebuah pengantar,PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2003. Hal. 229
[4] Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Hal. 162
[5] Ibid. Hal. 230